Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FPI: Pemerintah Tak Perlu Minta Maaf, PKI Telah Berkhianat

Kompas.com - 03/06/2016, 18:47 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab mengatakan bahwa sembilan poin hasil simposium melawan Partai Komunis Indonesia (PKI) telah diserahkan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam upaya menyelesaikan kasus peristiwa 1965.

"Kami bersama Gerakan Bela Negara telah menyampaikan sembilan poin hasil simposium yang diadakan di Balai Kartini kemarin. Itu sudah kami serahkan kepada Pak Menko Polhukam untuk diteruskan kepada Presiden," ujar Rizieq saat ditemui seusai pertemuan di kantor Menko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (3/6/2016).

(Baca: Ini Sembilan Rekomendasi dari Simposium Anti-PKI)

Selain itu, Rizieq juga menuntut pemerintah agar tidak meminta maaf kepada para keturunan anggota PKI. Pemerintah didesak pula untuk menindak setiap orang yang menyebarkan atribut, paham ideologi, dan kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghidupkan kembali ideologi komunisme.

Menurut dia, PKI-lah yang seharusnya meminta maaf kepada negara Indonesia karena telah melakukan pengkhianatan dan pembantaian massal.

"Satu hal yang paling penting lagi, kami menuntut kepada pemerintah tidak boleh negara ini meminta maaf kepada PKI karena PKI yang salah dan melakukan pengkhianatan dan melakukan pembantaian. Justru seharusnya PKI yang minta maaf kepada negara ini," ungkap dia.

Selain Rizieq, beberapa perwakilan lain yang menemui Luhut Binsar Pandjaitan di antaranya Ketua Panitia Pelaksana Simposium Anti-PKI Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Kiki Syahnakri, Mayor Jenderal Purnawirawan TNI Kivlan Zen, dan Ketua Gerakan Bela Negara Budi Sudjana.

Rekomendasi simposium anti-PKI

Simposium "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" telah menghasilkan sembilan rekomendasi.

Rekomendasi simposium tersebut dibacakan pada akhir acara oleh Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI) Pusat, Indra Bambang Utoyo, di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2016).

Pertama, simposium tersebut menyimpulkan bahwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 merupakan pengkhianatan kepada negara dan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini karena pada masa itu negara tengah menghadapi agresi Belanda.

(Baca: Wapres Nilai Berlebihan jika PKI Disebut Hidup Kembali)

Kedua, mereka menuntut permintaan maaf dari PKI kepada rakyat dan Pemerintah Indonesia. Mereka pun menuntut PKI dengan penuh kesadaran membubarkan diri dan menghentikan semua kegiatan-kegiatannya dalam bentuk apa pun.

Ketiga, mereka turut menyesal atas penuntasan pemberontakan PKI pada tahun 1965 yang memakan korban dari semua pihak, termasuk pihak PKI.

Keempat, mereka mengakui hak politik, sosial, dan budaya para mantan kader sekaligus keturunan PKI yang telah dipulihkan.

Mereka pun mengakui status para mantan kader dan keturunan PKI yang kini telah menduduki jabatan penting di Indonesia, seperti sebagai bupati, gubernur, dan posisi penting lainnya. Mereka menyatakan itu merupakan rekonsiliasi alamiah yang telah berjalan.

(Baca: Menelusuri "Gedung Berhantu" yang Pernah Jadi Markas PKI)

Kelima, mereka meminta pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan segenap masyarakat agar tak kembali membuka kasus masa lalu.

Keenam, mereka juga menuntut konsistensi pemerintah menegakkan Pancasila, TAP MPRS No XXV/1966, UU No 27/1999 jo KUHP Pasal 107 dan 169 tentang pelarangan PKI, TAP MPR RI No 1 Tahun 2003 tentang pelarangan paham komunis di Indonesia.

Ketujuh, mereka mendesak pemerintah dan MPR RI untuk mengkaji ulang UUD 1945 hasil amandemen agar kembali dijiwai Pancasila.

Kedelapan, mereka mendesak agar pemerintah memasukkan muatan materi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga tingkat pendidikan tinggi.

Kesembilan, mereka mengajak segenap komponen bangsa untuk meningkatkan integrasi dan kewaspadaan nasional terhadap ancaman dari kelompok anti-Pancasila.

Kompas TV PKI Disebut Bangkit Kembali?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com