Ayah Nurhayati, Bachtiar, memutuskan untuk pergi bersama warga yang lain.
"Bapak bilang, 'Bapak mau pergi, doakan'. Bapak saya bilang ada urusan, kalau pun mati saya mati syahid," kata Nurhayati menirukan perkataan ayahnya saat itu.
Nurhayati melanjutkan, malam itu suasananya benar-benar mencekam. Warga membekali diri dengan senjata tajam seperti bambu runcing dan celurit.
Ia mendengar banyak orang berlari sambil meneriakkan takbir. Kemudian, ia mendengar letusan senjata api berkali-kali. Hingga jam 02.00, suara tembakan masih terdengar sampai ke dalam rumah.
"Saya naik ke genteng. Saya lihat orang lari-lari ada yang ke arah Rawa Badak. Saya terus dengar seperti itu. Saya juga melihat ada beberapa rumah terbakar," kata Nurhayati.
Pagi harinya, Nurhayati baru memberanikan diri untuk keluar rumah untuk mencari ayahnya yang sejak malam tidak terdengar kabarnya.
Ketika keluar rumah, ia melihat seorang anak muda terkapar di depan rumah dengan lubang peluru di pahanya. Mukanya sudah pucat.
Akhirnya, beberapa tetangga membawa anak muda itu ke klinik menggunakan gerobak sampah.
Selain itu, ia pun melihat banyak motor dan rumah dibakar. Jalan dekat rumahnya basah oleh air.
Kata seorang tetangganya, air itu berasal dari mobil pemadan kebakaran untuk menghilangkan bekas darah. Sejak pagi itu, Nurhayati tidak pernah lagi bertemu dengan ayahnya.
"Saya cari bapak, tapi tidak ketemu sampai sekarang. Saya dan ibu sudah mencari bapak sampai ke RSPAD. Tapi yang tersisa dari bapak hanya sandal yang ia pakai malam itu," kata Nurhayati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.