Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Tanjung Priok: Yang Tersisa dari Bapak Hanya Sandal yang Dipakai Malam Itu...

Kompas.com - 21/05/2016, 16:35 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa berdarah Tanjung Priok, Jakarta, telah mengubah hidup Nurhayati (50 tahun). Meski 32 tahun peristiwa itu sudah berlalu, tetapi ingatan akan suasana mencekam tidak bisa lepas dari ingatan Nurhayati.

Saat itu, usia Nurhayati masih 19 tahun. Dalam peristiwa itu, ia kehilangan ayahnya yang hingga kini tidak diketahui nasibnya.

Peristiwa Tanjung Priok meletus pada 12 September 1984. Setelah mengadakan sebuah pengajian, warga bergerak untuk membebaskan empat warga yang ditahan di Kodim.

Mereka dihadang aparat di Jalan Sindang, Kelurahan Koja Selatan, Jakarta Utara, sehingga terjadi peristiwa penembakan yang menewaskan puluhan korban.

Pada Sabtu (21/5/2016) siang, Nurhayati berbagi pengalamannya kepada 40 orang yang saat itu mengikuti City Tour #MasihIngatMei—Ada Apa Dengan Kota Jakarta?, yang digagas oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Acara ini merupakan sebuah kegiatan 'wisata ingatan' ke sejumlah titik lokasi yang memiliki sejarah pelanggaran hak asasi manusia dan peristiwa kekerasan.

Lokasi yang pertama kali dituju adalah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Rombongan tur berhenti di sekitar kantor Kepolisian Resort Jakarta Utara.

"Dulu rumah saya tepat di belakang Polres itu. Di jalan Sindang," ujar Nurhayati sambil menunjuk ke arah kantor Polres Jakarta Utara.

Setelah peristiwa berdarah tersebut pecah, Nurhayati tidak pernah lagi menginjakkan kaki di daerah Tanjung Priok. Ia dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke daerah Tebet, Jakarta Selatan.

Nurhayati sempat menghentikan ceritanya, mencoba untuk menahan air mata karena berusaha mengingat kembali apa yang ia alami pada tanggal 12 September 1984.

"Sebenernya saya tidak kuat untuk mengenangnya lagi," tuturnya.

Pada 12 September 1984, sekitar pukul 16.00 WIB, daerah rumah Nurhayati telah dipadati oleh orang-orang dari berbagai tempat seperti Bandung dan Bogor untuk mengikuti acara Tabligh Akbar. Jalan menuju rumahnya ditutup.

Orang-orang menggelar tikar dan duduk di depan rumah untuk mendengarkan ceramah hingga pukul 21.00 WIB.

Setelag Tabligh selesai, ia disuruh oleh ibunya untuk masuk ke rumah dan memerintahkan untuk tidak keluar karena ada isu akan terjadi kerusuhan.

"Tersiar kabar peserta tabligh akan menuju Kodim untuk menanyakan beberapa warga yang ditahan beberapa hari sebelumnya. Akan ada keributan. Saat itu saya tidak tahu apa-apa," cerita dia.

Ayah Nurhayati, Bachtiar, memutuskan untuk pergi bersama warga yang lain.

"Bapak bilang, 'Bapak mau pergi, doakan'. Bapak saya bilang ada urusan, kalau pun mati saya mati syahid," kata Nurhayati menirukan perkataan ayahnya saat itu.

Nurhayati melanjutkan, malam itu suasananya benar-benar mencekam. Warga membekali diri dengan senjata tajam seperti bambu runcing dan celurit.

Ia mendengar banyak orang berlari sambil meneriakkan takbir. Kemudian, ia mendengar letusan senjata api berkali-kali. Hingga jam 02.00, suara tembakan masih terdengar sampai ke dalam rumah.

"Saya naik ke genteng. Saya lihat orang lari-lari ada yang ke arah Rawa Badak. Saya terus dengar seperti itu. Saya juga melihat ada beberapa rumah terbakar," kata Nurhayati.

Pagi harinya, Nurhayati baru memberanikan diri untuk keluar rumah untuk mencari ayahnya yang sejak malam tidak terdengar kabarnya.

Ketika keluar rumah, ia melihat seorang anak muda terkapar di depan rumah dengan lubang peluru di pahanya. Mukanya sudah pucat.

Akhirnya, beberapa tetangga membawa anak muda itu ke klinik menggunakan gerobak sampah.

Selain itu, ia pun melihat banyak motor dan rumah dibakar. Jalan dekat rumahnya basah oleh air.

Kata seorang tetangganya, air itu berasal dari mobil pemadan kebakaran untuk menghilangkan bekas darah. Sejak pagi itu, Nurhayati tidak pernah lagi bertemu dengan ayahnya.

"Saya cari bapak, tapi tidak ketemu sampai sekarang. Saya dan ibu sudah mencari bapak sampai ke RSPAD. Tapi yang tersisa dari bapak hanya sandal yang ia pakai malam itu," kata Nurhayati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com