Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Masih Punya Utang Kembalikan Hutan Adat

Kompas.com - 16/05/2016, 22:18 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara masih memiliki utang kepada masyarakat adat dari pelepasan hutan negara menjadi hutan adat. Pasalnya, selama tiga tahun putusan Mahkamah Konstitusi (MK), belum ada satupun hutan negara yang dibebaskan secara hukum dan administrasi menjadi hutan adat.

Seketaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengatakan, pasca tiga tahun putusan MK, belum satupun hutan negara yang dinyatakan menjadi hutan adat (hutan hak).

Padahal, negara berkewajiban secara administasi melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat pernyataan resmi yang ditandatangani.

"Saya tidak tahu, kami sudah bantu Perdanya, pengukuhan sudah, verifikasi juga sudah. Hanya butuh cap menteri saja secara administrasi," kata Abdon.

(Baca: Putusan MK soal Hutan Adat Tak Terlaksana...)

Menurut dia, tidak ada kemauan politik dari pemerintah menjadi salah satu faktor lambatnya pembebasan hutan adat. Padahal, putusan MK menyatakan bahwa negara telah melakukan pengabaian terhadap masyarakat adat.

"Hal itu dilakukan selama 70 tahun dan sampai saat ini tidak ada permintaan maaf dari pemerintah. Kami meminta pemerintah untuk melaksanakan amanat MK, kami perlu bukti," kata dia.

Ia mengatakan, sampai saat ini, terdapat empat daerah yang telah memiliki Perda untuk percepatan pelepasan status hutan negara menjadi hutan adat. Tiga daerah diantaranya ialah Kabupaten Bulukumba, Selawesi Selatan; Kabupaten Lebak, Banten; dan Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur.

(Baca: Jokowi Diharapkan Bisa Kembalikan Hutan Adat kepada Warga Papua)

"Perda kan sebagai pengakuan pemerintah bahwa masyarakat adat itu bagian dari Indonesia. Termasuk memberikan nota dinas atas pembebasan hutan, harusnya tahun ini tapi proses belum jelas sampai saat ini," kata dia.

Menurut dia, putusan MK membuat masyarakat adat merasa percaya diri dan menyambut positif karena telah diakui menjadi bagian Indonesia. Namun, jika hak-hak masyarakat adat terbatasi, maka ditakuti akan ada gesekan di lapangan.

"Kami berikan warning saja, kalau ini terlalu lama diabaikan lebih banyak rugi dibandingkan untung bagi siapapun, termasuk kooperasi," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com