Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Munaslub Golkar dan Masalah Finansial Partai

Kompas.com - 10/05/2016, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di tengah upaya membangun kembali kepercayaan publik pada partai, penolakan sebagian kalangan internal Golkar mengenai ide sumbangan kandidat itu cukup beralasan.

Pertanyaan yang mengusik penulis adalah kenapa di tengah upaya membangun kembali kepercayaan publik itu, sebagian elite Golkar justru memunculkan gagasan fund rising untuk Munaslub dengan meminta kandidat menyumbang?

Tentang Akuntabilitas

Secara normatif, betul bahwa membebankan biaya pelaksanaan Munaslub pada kandidat partai nampak seolah akan melanggengkan elitisme dan oligarki di dalam partai. Argumennya sederhana, bahwa sumbangan satu milyar (baik sukarela, apalagi wajib) secara langsung mengeliminir para kader Golkar yang tidak mampu menghadirkan sumbangan uang.

Alhasil, hanya kelompok elite berduitlah yang memiliki akses untuk menjadi Ketua Umum. Yang lebih dikhawatirkan adalah melambatnya proses demokratisasi internal partai.

Namun begitu gagasan sumbangan kandidat ini tidak bisa ditempatkan pada ruang kosong tanpa pijakan konteks. Persoalan utama semua partai politik hari ini adalah soal akuntabilitas. Praktik jual beli suara dalam setiap pemilihan pemimpin partai terjadi di semua level.

Fenomena semacam ini tidak hanya terjadi di partai politik, tapi juga di organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda, organisasi mahasiswa, bahkan organisasi keagamaan.

Masing-masing kandidat menggunakan segala sumberdaya yang mereka miliki untuk mempengaruhi para pemilih dan penyelenggara pemilihan agar situasi menguntungkan diri dan kelompoknya.

Dalam konteks besarnya kekhawatiran pada praktik politik uang, menetapkan jumlah fix sumbangan masing-masing kandidat justru adalah langkah yang cukup progresif. Di sini, secara formal, masing-masing kandidat memiliki andil yang setara di depan panitia penyelenggara Munaslub.

Tentu saja, kandidat lain yang tak berkecukupan dana tetap tidak memiliki akses untuk ikut berkontestasi. Tapi tanpa sumbangan pun kader yang tidak memiliki modal finansial juga tetap akan tereliminir sejak awal. Demikianlah politik berkerja.

Besar kemungkinan praktik sumbangan bagi para kandidat Ketua Umum itu sudah ada sebelumnya walaupun tidak ternyatakan secara terbuka. Sangat mungkin hal seperti ini bahkan lumrah di semua pemilihan partai politik, organisasi masyarakat, bahkan organisasi pada level mahasiswa. Yang baru dari Golkar justru adalah sifatnya yang terbuka.

"Fund Rising" Partai
Hal lain yang juga patut diperhatikan adalah soal pendanaan partai. Sejak tahun 2005, terjadi pemotongan besar-besaran subsidi negara atas partai. Subsidi negara atas partai dipotong sampai 90%.

Pemotongan subsidi negara ini terus berlanjut. Saat ini subsidi negara atas partai dihitung berdasarkan jumlah perolehan suara absolut, yakni 180 rupiah persuara. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, yang pada Pemilu lalu meraih sekitar 23 juta suara, berarti menerima subsidi negara sekitar 4 milyar rupiah.

Sumbangan negara 4 Milyar untuk membiayai operasional partai sebesar PDI-P tentu terlihat sangat kecil. Saat ini, era keterlibatan publik secara sukarela membesarkan partai sudah berakhir.

Idealnya, pengumpulan dana partai berasal dari sumbangan sukarela para anggota dan kader partai. Hanya saja, dalam praktiknya, situasi ideal itu tidak terjadi di partai manapun, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com