Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Mereka yang Gagal Menjadi Buruh

Kompas.com - 03/05/2016, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Untuk menyambung hidup, ia pun membuat kue, menitipkannya ke warung dan toko. Hasilnya tak seberapa.

Saat anak-anak lain di sekolah merayakan ulang tahun dengan makanan dari restoran cepat saji, adik saya membawakan tumpeng bikinan sendiri untuk berhemat. Namun dari situlah rejeki mengalir.

Orang-orang menanyakan di mana ia membeli tumpeng. Setelah dijawab buatan sendiri, pesanan pun berdatangan.

Kini setelah sekian tahun, ia memiliki usaha catering yang melayani pesta-pesta pernikahan, rapat-rapat besar dan berbagai pertemuan lain. Kakaknya yang menjadi manajer pun meminjam uang untuk renovasi rumah dari dia.

Bayangkan seandainya ketiga orang itu dahulu diterima bekerja sebagai pegawai atau buruh. Akankah mereka menikmati kehidupan seperti saat ini? Bekerja dekat dengan keluarga, mengatur waktu sendiri, tak harus memohon-mohon agar gaji naik.

Sementara banyak orang yang “berhasil” mendapat pekerjaan, namun hari-hari ini mengeluh karena perusahaan memang tidak adil dalam memberikan upah. Tenaga mereka diperas untuk memperkaya orang lain, dan mereka pun turun ke jalan untuk memperjuangkannya.

Saya tidak mengatakan menjadi buruh itu salah. Toh saya juga buruh media. Sejauh kita menikmati dan menyukai pekerjaan kita, tak ada yang keliru.

Namun bagi yang belum menemukan kepuasan, saya hanya ingin menyampaikan bahwa masih ada banyak jalan untuk mengubah nasib kita. Nasib tak melulu ditentukan pemberi kerja, saat kita harus berdemonstrasi untuk memperbaikinya.

Kita yang dahulu mengalahkan orang lain dalam seleksi penerimaan pegawai, mestinya memiliki nilai lebih dan kemampuan mengubah nasib. Bila Joko Pitik yang menganggap dirinya bodoh dan “gagal” diterima perusahaan bisa menjadi juragan, kita mestinya juga bisa kan?

Masalahnya, setelah menjadi pegawai, kita sering terlena dalam kenyamanan. Kita kurang terdesak sehingga tidak berusaha survive. Kita menjadi pasif dan menggantungkan nasib pada kemurahan pemberi kerja. Dan lebih utama lagi, kita takut gagal.

Itu perasaan yang wajar. Tak semua usaha mulus berjalan. Joko Pitik pernah menjadi pria yang hitam legam terbakar matahari di ladang sebelum memutuskan membuka toko.

Sepupu saya penjual roti sering pulang dengan keranjang roti masih penuh, tak ada yang laku. Adik saya sering bekerja hingga dini hari membuat pesanan. Intinya, semua perlu usaha.

Tapi begitulah mengubah nasib. Life begin at the end of your comfort zone. Tinggal keberanian kita meninggalkan kenyamanan sebagai pegawai atau buruh.

Meski terlambat, selamat Hari Buruh. Namun yang jelas tidak ada kata terlambat bila kita ingin mengubah nasib…

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com