Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Nilai Tragedi 1965 Terjadi akibat Persoalan Politik

Kompas.com - 02/05/2016, 13:47 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berupaya menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat dalam Tragedi 1965 dengan penuh kearifan dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

"Banyak aspek kemanusiaan yang kami perhatikan. Tidak usah ribut-ribut, kami akan menyelesaikan dengan kearifan," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di Istana Kepresidenan, Senin (2/5/2016).

Penyelesaian dengan pendekatan tersebut, kata Luhut, adalah permintaan Presiden Joko Widodo. Presiden menyampaikan hal itu kepada Luhut saat bertemu di Istana, Senin pagi.

Luhut melanjutkan, dalam upaya penyelesaian perkara itu, pemerintah tidak akan mencari siapa yang salah. Sebab, jika melihat sejarah, Luhut berpendapat bahwa peristiwa itu adalah peristiwa politik.

"Itu adalah persoalan politik. Tentu siapa yang menang pasti akan berbuat juga kepada yang kalah," ujar Luhut.

Lantaran dianggap sebagai peristiwa politik, Luhut menilai menjadi tidak relevan lagi jika perseteruan politik tersebut dibawa hingga masa sekarang.

"Kalau kami bawa ke suasana sekarang, tentu tidak adil karena suasana waktu itu dengan sekarang berbeda," ujar Luhut.

Meski begitu, Luhut belum dapat menjelaskan secara konkret bentuk penyelesaian semacam apa yang akan ditempuh oleh pemerintah.

Ia mengatakan, proses tersebut masih berlangsung hingga saat ini. (Baca juga: Penyintas Tragedi 1965-1966 Jawab Luhut: "HAM Tak Mengenal Wilayah")

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com