Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Minta Hukuman Mati Dihentikan

Kompas.com - 01/05/2016, 19:48 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, semestinya pemerintah menjelaskan kepada publik mengenai indikator-indikator dalam menentukan vonis hukuman mati kepada seseorang. Hal tersebut sangat diperlukan karena hukuman mati sulit untuk dikoreksi.

"Sampai saat ini tidak ada indikasi yang terukur dalam menentukan siapa, mengapa dan kapan seorang terpidana dijatuhi hukuman eksekusi mati," ujar Al Araf dalam diskusi di Jakarta Selatan, Minggu (1/5/2016).

Menurut dia, sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini masih sangat rawan. Kalau hukuman mati tetap diterapkan, maka persoalannya akan meluas dan menyinggung pesoalan hak asasi manusia.

Jika sudah seperti itu, sebut dia, pemerintah tidak mengamalkan nilai-nilai nawacita yang sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi sebagai janji politiknya saat itu.

Saat ini, menurut Al Araf, vonis hukuman mati menjadi sebatas kesan bahwa pemerintah tengah membangun pemerintahan yang tegas.

"Padahal, secara substansi hukum proses penetapan vonis kurang kuat. Karenanya, secara jangka pendek dan jangka panjang, kami menuntut pemerintah menghentikan rencana eksekusi mati bagi para narapidana," kata Al Araf. 

Maka dari itu, lanjut Al Araf, penerapan hukuman mati harus dihentikan. Pemerintah seharusnya melakukan moratorium pada undang-undang tersebut.

Pada kenyataannya, kata dia, penerapan hukuman mati tidak berdampak signifikan dalam mengurangi angka kejahatan baik dari jenis kejahatan narkotika maupun terorisme.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Imparsial, sebutnya, selama kurun waktu 1,5 tahun kepemimpinan Jokowi tercatat ada 71 vonis eksekusi mati sudah dijatuhkan.

Dari jumlah itu, terdapat 52 kasus terkait dengan kejahatan narkotika, sementara 19 kasus sisanya merupakan kejahatan pembunuhan, pembunuhan berencana dan pencurian dengan kekerasan.

Dari seluruh kasus itu, ada 14 terpidana yang telah dieksekusi pada 2015 lalu. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com