Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Djan Faridz Persilakan Jokowi Tentukan Waktu dan Tempat untuk Mediasi

Kompas.com - 27/04/2016, 15:10 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Proses mediasi antara Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta dengan Presiden Joko Widodo, Rabu (27/4/2016), gagal. Ketidakhadiran Jokowi di dalam proses mediasi menjadi salah satu penyebabnya.

Menurut Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz, ada perbedaan pendapat antara pihaknya dan Presiden Jokowi yang diwakili oleh Sekretariat Negara.

Dalam pertemuan sebelumnya, pihak Setneg masih menyatakan akan berupaya untuk menghadirkan Jokowi saat proses mediasi.

(baca: Proses Mediasi PPP-Pemerintah Diwarnai Keributan)

"Bahkan, saya menyatakan bersedia untuk melakukan pertemuan sesuai dengan waktu dan tempat apabila Presiden ingin menentukan," kata Djan kepada Kompas.com di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2016).

Namun, dalam proses mediasi hari ini, kata Djan, pihak Setneg menyatakan jika mediasi yang akan dilakukan percuma.

"Mereka (Setneg) menganggap proses islah sudah selesai melalui muktamar yang dilangsungkan kemarin di Asrama Haji Pondok Gede, yang dihadiri oleh Presiden," kata dia.

(baca: Pengacara Djan: Masa Presiden Tak Beriktikad Baik? Sangat Memalukan)

Djan menjelaskan, konflik internal PPP berawal setelah terjadinya dualisme kepemimpinan.

Pasca-dicabutnya surat keputusan Menkumham yang mengakui kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya oleh Mahkamah Agung, menurut dia, MA telah mengakui kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta.

Namun, kata dia, putusan MA itu justru tidak dipatuhi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menkumham justru menerbitkan SK baru yang menghidupkan pengurus PPP hasil Muktamar Bandung.

"Sekarang seolah semua terjebak oleh putusan beliau (Menkumham) sehingga saling kaku. Karena bagaimanapun menteri adalah kepanjangan tangan Presiden dan Menko Polhukam sulit intervensi, Presiden juga hargai putusan menterinya. Kalau tidak dihargai, artinya menterinya harus diganti," ujarnya.

Meski gagal, menurut Djan, PN Jakpus selaku mediator tetap memberikan kesempatan agar kedua belah pihak dapat saling berdamai.

(baca: Djan Faridz Akan Cabut Gugatan Rp 1 Triliun ke Pemerintah dengan Satu Syarat)

Gugatan yang sebelumnya diajukan Djan pun dapat gugur apabila telah diambil kesepakatan bersama antara pemerintah dan pihaknya.

PPP sudah menggelar muktamar islah yang memutuskan M Romahurmuziy sebagai Ketua Umum. Kepengurusan baru juga sudah didaftarkan ke Kemenkumham.

Romahurmuziy alias Romi mengklaim bahwa kepengurusan baru PPP telah mengakomodasi semua pihak.

Dampaknya, jumlah kepengurusan PPP kini bertambah dari semula berjumlah 55 orang menjadi 155 orang pengurus DPP. Untuk itu, Romy meminta agar Djan mau menerima hasil muktamar islah.

(Baca: Romi: Tinggal Djan Faridz yang Belum Gabung, Kami Imbau Kembali ke Jalan Benar)

"Kami imbau Pak Djan kembali ke jalan yang benar, jangan di jalan kesesatan. Sekarang tinggal Pak Djan dan orang baru yang tidak pernah aktif di PPP," ujar Romy.

Kompas TV 2 Kubu PPP Saling Serang Selama Hampir 2 Tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com