Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amir Sodikin
Managing Editor Kompas.com

Wartawan, menyukai isu-isu tradisionalisme sekaligus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bergabung dengan harian Kompas sejak 2002, kemudian ditugaskan di Kompas.com sejak 2016. Menyelesaikan S1 sebagai sarjana sains dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan S2 master ilmu komunikasi dari Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. 

Saat Kartini Menuntut Pendidikan Perempuan Minimal hingga Kejuruan

Kompas.com - 21/04/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

“Tidak! Seorang wanita yang bersungguh-sungguh maju tidak mungkin dapat hidup dalam masyarakat kami dalam keadaannya sekarang ini. Bagi wanita pribumi sekarang ini hanya terbuka satu jalan yaitu: kawin.”

“Nyonya  yang sudah lama di Jawa ini tentu sudah mengetahui bagaimana keadaan perkawinan dalam masyarakat kami. Maka kami gembira sekali bahwa suami Nyonya akan memberikan pendidikan kepada gadis-gadis kami. Namun di samping itu perlu juga diberikan pendidikan kejuruan, barulah karunia yang suami Nyonya berikan itu menjadi karunia penuh."

Begitu kata-kata Raden Ajeng Kartini kepada Mr dan Nyonya Abendanon pada awal perkenalan mereka di Jepara, tahun 1900. Nyonya Abendanon terkejut mendengar kata “pendidikan kejuruan”. Ta tercengang ada perempuan kulit coklat bicara soal sekolah kejuruan. Nyonya Abendanon pun sampai memotong percakapan suaminya dengan Bupati Jepara.

“Jan, dengarkah kau? Gadis ini minta pendidikan kejuruan untuk gadis-gadis Jawa,” kata Nyonya Abendanon kepada suaminya.

Mr Abendanon juga memandang Kartini dengan keheranan. “Betulkah Anda ingin pendidikan kejuruan bagi gadis-gadis Anda? Bagaimana kemauan Anda? Mari ceritakanlah, Anda ingin menjadi apa? Dokter?” tanya Mr Abendanon.

Percakapan itu ada di buku Door Duisternis Tot Licht halaman 71, seperti dikutip di buku “Kartini, Sebuah Biografi” halaman: 209, cetakan 1977 yang ditulis Sitisoemandari Soeroto.

Itulah percakapan yang berkesan antara Kartini dan dua adiknya (Roekmini dan Kardinah) bersama ayahnya, Bupati Jepara RM Sosroningrat, saat bertemu dengan Mr JH Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan Hindia Belanda, dan Nyonya Abendanon.

Mr Abendanon adalah penganjur politik etis di Indonesia dan khusus menemui Kartini untuk mengetahui pemikirannya. Pemikiran Kartini sebelumnya telah dikenal dan diperbincangkan di kalangan orang-orang Belanda. Usulan Kartini jelas saat itu, pendidikan untuk para perempuan hingga kejuruan.

Melalui sahabat-sahabat Kartini di Belanda, pemikiran Kartini telah menggetarkan jagat intelektual Belanda. Cara menulis Kartini yang indah dan progresif, membuat ide-ide dari Kartini banyak didengar para pejabat dan bangsawan Belanda.

Maka, Kartini dan Roekmini akhirnya mendapat beasiswa dari Menteri Idenburg untuk bisa sekolah di Nederland. Sekolah di Eropa sudah lama diidam-idamkan Kartini. Jika niatnya sekolah di Belanda terlaksana, maka akan makin dekat lagi dengan para sahabatnya, misalnya Stella dan keluarga van Kol, dan terlebih lagi dekat dengan kakaknya, Kartono.

Gagal melanjutkan sekolah

Namun, mimpi manis itu akhirnya direnggut oleh kedatangan Mr Abendanon berikutnya.  Mr Abendanon dan Nyonya Abendanon berhasil meyakinkan Kartini untuk mengurungkan niat belajar di Belanda, dan menjanjikan agar belajar di Batavia saja. Selain lebih dekat, keluarga Kartini ternyata juga lebih mendukung ide itu.

Mr Abendanon berhasil membujuk Kartini dalam percakapan di sebuah pemandian bernama Klein Scheveningen (pemandian Bandengan) yang sangat dicintai Kartini. Penulis Sitisoemandari Soeroto dalam buku “Kartini Sebuah Biografi”, mengistilahkan kegagalan keberangkatan Kartini belajar ke Eropa sebagai “Tragika Manusia Kartini”.

Sitisoemandari Soeroto berkesimpulan gagalnya Kartini menimba ilmu di Eropa akan berakibat pada kehidupan Kartini berikutnya yang serba murung. Namun, hingga kini tak diketahui pasti apa motif Abendanon mengurungkan niat Kartini pergi ke Belanda.

KOMPAS.COM/AMIR SODIKIN Buku-buku terbitan yang mengangkat soal RA Kartini.
Kartini murung karena niat sekolah di Belanda tak terlaksana. Selain itu, banyak keinginan Kartini untuk sekolah di berbagai tempat juga kandas karena batasan-batasan dari orangtuanya. Ayahnya sendiri pernah menarik kembali izin bagi Kartini untuk bisa belajar di Batavia.

Keputusan itu membuat Kartini terkejut bahkan sampai pingsan. Selanjutnya, duka mendalam selalu membayangi kehidupan Kartini, hingga akhir hayat.

Saat izin diperoleh dan beasiswa dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk belajar di Batavia dikabulkan, Kartini harus memilih jalan lain yaitu menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat.

Bupati Rembang ini sebelumnya telah menduda sebanyak dua kali karena dua kali ditinggal istrinya meninggal dunia. Meskipun suaminya mencintainya sepenuh hati, namun ternyata Bupati Rembang memiliki tiga selir.

Pergolakan batin Kartin terus bergemuruh, hingga melewati saat Kartini sedang hamil. Pada akhirnya, Kartini meninggal dunia pada 17 september 1904 setelah lima hari melahirkan. Ia baru berusia 25 tahun saat meninggal dan baru 10 bulan menikmati mahligai perkawinannya dengan Bupati Rembang.

Penulis Sitisoemandari Soeroto menganalisis, untuk menebus penyesalan Mr Abendanon terhadap Kartini, Mr Abendanon akhirnya menerbitkan surat-surat Kartini menjadi buku berjudul Door Duisternis Tot Licht (Melalui Alam Gelap Menuju Dunia Terang). Buku itu terbit April 1911 yang merupakan sumbangan berharga Mr Abendanon untuk Indonesia.

Maka tersiarlah gagasan Kartini ke seantero Belanda hingga Indonesia. Hingga akhirnya terbentuk “Dana Kartini” di Belanda yang digalang oleh sahabat-sahabat Kartini di Belanda.

Pada masa itu, api Kartini berkobar di Belanda dan menjadi momentum untuk mengajak warga Belanda membalas budi. Mereka keliling ke berbagai pelosok di Belanda untuk mengumpulkan dana  pembangunan sekolah di Indonesia, seperti yang dicita-citakan Kartini.

Kartini kini

Di tengah perayaan Kartini, di era digital yang (seharusnya) sudah serba mapan, kita tetap masih mendengar tragika kemanusiaan Kartini kencang terdengar di Bumi Pertiwi. Pendidikan yang telah lama dicita-citakan Kartini untuk kaum perempuan masih juga belum bisa dinikmati semua perempuan.

Sebut saja kabar terakhir yang menimpa Dolfina Abuk (30), Tenaga Kerja Wanita asal Desa Kotafoun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia pulang dari bekerja di negeri jiran Malaysia dalam keadaan tak bernyawa.

Tak hanya itu, organ tubuhnya diduga telah hilang. Sekujur tubuhnya penuh jahitan. Lidah Dolfina tidak ada, matanya kempis ke dalam, pelipisnya bergeser ke atas, dan tubuhnya kempis ke dalam seakan tak berisi.

Selain itu, ada jahitan panjang dari bagian leher menurun hingga bagian atas kemaluan. Ada juga jahitan lingkaran leher bagian depan, bagian belakang kepala, dan lingkaran bagian atas kepala. Semua jahitan ini kelihatan beralas kapas putih dari bagian dalam.
Baca: Kondisi Jenazah Dolfina Penuh Jahitan, Keluarga Tidak Terima

Magnus Kobesi for Kompas.com Foto Dolfina
Keluarga telah melaporkan keganjilan ini kepada Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Raymundus Sau Fernandes. Bupati berencana membentuk tim untuk mengusut tuntas dugaan kasus perdagangan manusia (human trafficking).

“Kita akan membentuk tim dan saya akan keluarkan surat keputusan bupati dan tim ini tidak hanya tertutup di dalam lingkungan internal pemerintah daerah, karena kita akan melibatkan berbagai pihak yang masuk dalam tim ini,” kata Fernandes.
Baca: Usut Jenazah TKW Penuh Jahitan, Bupati TTU Lapor Polisi dan Selidiki Kematian TKW Dolfina, Polisi Tunggu Hasil Otopsi dari Malaysia.

Beberapa hari lalu, kita juga menyaksikan sembilan "Kartini" dari Pegunungan Kendeng menggelar aksi dengan cara memasung kaki mereka dengan semen. Tuntutan mereka cukup sederhana: agar bisa berdialog dengan Presiden Joko Widodo.

Aksi tersebut merupakan aksi kesekian mereka untuk menyuarakan pentingnya melestarikan bentang alam di Pulau Jawa. Banyak Kartini-Kartini di Indonesia, mulai dari pahlawan devisa Indonesia hingga para petani dan nelayan, masih memperjuangkan kebutuhan dasar mereka: sandang, pangan, dan papan.

Pendidikan untuk perempuan hingga kejuruan seperti yang dicita-citakan RA Kartini  belum bisa sepenuhnya dilaksanakan hingga pelosok negeri. Para perempuan negeri ini masih saja terjebak kemiskinan struktural yang dicirikan dengan pendidikan rendah dan miskin. Maka, suara Kartini seabad lebih yang lalu, ternyata masih relevan hingga kini untuk mengingatkan para penguasa untuk lebih memperhatikan pendidikan bagi kaum perempuan.

“Bilamana pemerintah sungguh-sungguh mau membudayakan rakyat, maka baik pendidikan ilmu pengetahuan maupun pendidikan budi pekerti harus dikerjakan bersama-sama. Untuk yang terakhir ini, siapakah yang lebih mampu meningkatkan budi pekerti dibandingkan kaum perempuan, kaum ibu? Di pangkuan ibulah orang mendapat pendidikan yang pertama. Di situ anak untuk pertama kali belajar merasakan, berfikir, dan bicara. Pendidikan yang paling awal itu besar artinya bagi seluruh hidupnya. (Surat Kartini kepada Nyonya Ovink-Soer, dikutip dari buku “Kartini, Sebuah Biografi”, 1977, hal: 206).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com