Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Menkumham Tak Sahkan Kepengurusan PPP Djan Faridz

Kompas.com - 11/04/2016, 11:37 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengakui, dia tidak bisa menjalankan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta di bawah kepemimpinan Djan Faridz.

Yasonna beralasan, penyelesaian dualisme di PPP sebaiknya tidak diselesaikan melalui langkah hukum.

"Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hukum. Akan lebih baik masalah itu diselesaikan dengan kesepakatan. Ini bukan permasalahan perkara publik, ini perkara perdata. Perkara perdata itu yang paling pokok adalah perdamaian," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016).

Selain itu, Menkumham juga mengaku, masih ada sejumlah persyaratan yang belum dipenuhi oleh kubu Djan Faridz. Namun, dia tidak menyebutkan syarat-syarat yang dimaksud. (Baca: Terpilih sebagai Ketum PPP, Ini Komentar Romahurmuziy)

"Bukan saya tidak mem-follow up keputusan Mahkamah Agung, saya sudah follow up. Namun, ada beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi menurut persyaratan Kemenkum HAM. Kan begitu," kata dia.

Oleh karena itu, Menkumham lebih memilih mengaktifkan kembali kepengurusan Muktamar Bandung 2016 selama enam bulan demi memberi kesempatan bagi kubu Djan dan kubu Romahurmuziy untuk menggelar muktamar islah.

Muktamar islah pun sudah terselenggara pada 8-10 April di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. (Baca: PPP dan Islah yang Tak Sempurna)

Peserta muktamar itu memilih secara aklamasi Romahurmuziy sebagai ketua umum. Untuk itu, Yasonna meminta Djan Faridz segera bergabung dalam kepengurusan itu. (Baca: Menkumham Minta Djan Faridz Gabung ke Romy)

"Ada yang mengatakan Menkum HAM tidak mematuhi, saya kan mematuhi. Saya kan punya hak untuk meminta dokumen-dokumen yang dibutuhkan persyaratan undang-undang. Saya bukan berpihak," ucap politisi PDI Perjuangan ini.

Djan Faridz sebelumnya menekankan, dia tidak akan mengakui Muktamar VIII PPP. Dia merasa akan melanggar hukum jika mengakui dan bergabung dengan kepengurusan hasil muktamar itu.

Sebab, Mahkamah Agung sebelumnya sudah memenangkan kepengurusan Muktamar Jakarta yang digelar pada 2014 lalu. (Baca: Djan Faridz: Saya Melawan Putusan MA kalau Bergabung dengan Romy)

"Aduh, suatu kesalahan yang luar biasa besarnya kalau saya bergabung bersama mereka untuk melawan keputusan MA," kata Djan saat dihubungi, Senin pagi.

Dia pun meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly agar tidak mengeluarkan SK untuk hasil Muktamar VIII. (Baca: Yusril: PPP Kubu Djan Faridz Sah)

Kompas TV 2 Kubu PPP Saling Serang Selama Hampir 2 Tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com