Bagi kita yang tidak ingin terjebak dalam pusaran lovers/haters di media sosial tentu dapat dengan mudah untuk unfollow, bahkan hingga deactivate akun. Tapi bagaimana pun, itu tidak menghentikan derasnya arus lovers/haters di dunia maya.
Sebab, algoritma seperti yang dibuat Facebook makin berperan dalam membangun tembok-tembok virtual, yang membentuk "room" penghasil lovers/haters.
Perilaku pencarian yang disediakan Google pun berperan membatasi pengetahuan kita di era digital yang semestinya tidak terbatas.
Aktivis internet Eli Pariser menyebut proses terbentuknya "room" di ranah digital itu dengan sebutan "filter bubble".
Penjelasannya bisa seperti ini: Kawan saya seorang penggemar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Kekaguman kepada pria yang akrab disapa Ahok itu menjadikan kawan saya sering men-share bermacam post positif, baik itu prestasi atau berita tentang pujian orang terhadap Ahok.
Kawan saya itu juga sering me-like atau beri komentar jika ada post positif tentang Ahok.
Kebiasaan ini menyebabkan aliran yang muncul di linimasa dia adalah hal-hal yang serupa: Bermacam puja-puji terhadap Ahok.
Di sinilah proses filter bubble terbentuk, saat post negatif mengenai Ahok difilter agar tak muncul di linimasanya.
Namun, algoritma Facebook tentu bisa salah membaca. Ini menyebabkan post satire tentang Ahok muncul di linimasa kawan saya itu sewaktu-waktu, karena dianggap algoritma Facebook berisi hal positif.
Kawan saya yang terbiasa membaca post positif tentang Ahok kemudian meradang saat baca hal negatif itu.
Dia pun memberikan komentar membela Ahok, malahan sering juga menyerang orang yang menulis post negatif tentang Ahok itu dalam komentar.
Hal yang sama pun berlaku sebaliknya. Teman saya yang tidak suka kepada Ahok, semakin tidak suka kepada Ahok karena filter bubble. Bermacam post negatif yang sering menyudutkan Ahok muncul di linimasanya.
Nah, ketika benih benci atau cinta yang berlebih itu tumbuh, biasanya mereka hanya mencari berita yang memperkuat argumen masing-masing.
Jadi jangan heran jika Ahok-lovers akan mem-post chirpstory (kumpulan tweet) yang membela Ahok soal kebijakan reklamasi, misalnya.
Begitu juga sebaliknya, Ahok-haters akan terus mem-post bermacam berita di media yang mengkritik kebijakan reklamasi.