JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mempertanyakan kasus kematian Siyono setelah ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia.
"Mengapa harus mati? Kenapa tidak dilumpuhkan? Kemudian membongkar jaringan terorisme, jangan memberantas terorisme dengan melakukan teror," kata Hidayat Nur Wahid dalam keterangan tertulis, Senin (28/3/2016).
Sebagaimana diketahui, kasus kematian Siyono bermula pada Selasa (8/3), Densus 88 menangkap Siyono di dekat kediamannya.
Selanjutnya, pada Kamis (10/3), Densus 88 menggeledah rumah Siyono di Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah.
Sedangkan esok harinya atau Jumat (11/3), Siyono dikabarkan meninggal dunia dan keluarganya diminta untuk mengurus jenazahnya.
"Ini perlu diingatkan bahwa memberantas terorisme tidak boleh melanggar hukum atau dilakukan dengan teror juga. Densus 88 pun harus menghormati UUD," kata Hidayat.
Terkait kasus Siyono, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan adanya indikasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan anggota Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri.
Kontras juga mendesak Polri untuk harus memastikan segala upaya intimidasi terhadap keluarga-keluarga korban tidak terjadi.
Polri juga diminta untuk menjamin kebebasan keluarga korban untuk menuntut atau mencari keadilan terkait dengan segala penderitaan dan kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam operasi aparat.
(Baca juga: Kontras Duga Densus 88 Lakukan Pelanggaran HAM terhadap Siyono)
Adapun Tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI kini tengah melakukan investigasi terkait kematian terduga teroris Siyono (34) warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
"Kami sudah melakukan investigasi sejak kematian Siyono, dan saat istrinya, Suratmi berada di Jakarta serta kini ke lokasi kejadian di Klaten," kata Siane Indriani selaku Koodinator Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan, Komnas HAM RI, di Klaten, Senin (21/3).
Menurut dia, kejadian kematian Siyono tersebut ditangani Komnas HAM yang ke-118 kalinya dari berbagai daerah di Indonesia, bahwa seseorang yang baru terduga teroris kemudian dilakukan penyiksaan, dan mengakibatkan kematian.
Kronologi versi Polri
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan telah membantah bahwa ada pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Densus 88.
Menurut Anton, sempat terjadi perkelahian antara Siyono dengan polisi yang menjaganya di mobil. Pergulatan itu yang menyebabkan Siyono meninggal dunia.
Mulanya, Siyono meminta petugas yang mengawal untuk membuka tutup mata dan borgolnya.
"Begitu minta dibuka borgol, langsung pukul anggota. Sehingga, dalam mobil terjadi perkelahian," ujar Anton di kantornya, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Anggota polisi yang mengawal melepaskan borgol Siyono karena dianggap kooperatif.
Namun, begitu dibuka, Siyono langsung menyerang. Anggota polisi yang mengawal pun melakukan perlawanan sehingga terjadi baku hantam dalam mobil antara keduanya.
(Baca: Polri: Terduga Teroris yang Meninggal Sempat Pukul Polisi)
Meski begitu, Anton mengakui ada kelalaian polisi dalam mengawal Siyono, yang menyebabkan tewasnya pria yang diduga sebagai panglima investigasi dalam kelompok Neo Jamaah Islamiyah.
(Baca: Polisi Akui Lalai Kawal Terduga Teroris yang Ditangkap di Yogya)
"Ini pun juga salah satu prosedur yang salah dari kami sendiri. Seharusnya mengawal tahanan minimal dua orang," ujar Anton.
Anton pun merasa banyak pihak yang menyudutkan polisi dengan kematian tersangka atau terduga pelaku pidana, seperti Siyono. (Baca: Polri Merasa Disudutkan dengan Kematian Siyono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.