Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Biarkan Komunikasi Jokowi-SBY Terbuka

Kompas.com - 24/03/2016, 05:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat media sosial Nukman Lutfie menilai, tidak ada yang salah terkait komunikasi yang dilakukan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo lewat media sosial selama ini.

Sikap keduanya, dianggap Nukman, membuka ruang kepada publik untuk ikut berpartisipasi dalam menyikapi suatu isu.

"Pemimpin yang mau terbuka di media sosial lebih bagus, mendidik publik ikut berpartisipasi dalam politik," kata Nukman dalam diskusi Satu Meja dengan topik "Saling Sindir Negarawan" di Kompas TV, Rabu (23/3/2016) malam.

Nukman mengatakan, kalaupun Jokowi dan SBY saling sindir di media sosial, hal itu tidak menjadi masalah meskipun publik kemudian ikut bereaksi. (baca: Istana: Pendukung SBY Terlalu Reaktif)

"Biar saja terbuka. Kita tidak usah takut terjadi konflik," kata Nukman.

Nukman memberi contoh selama pemilu presiden 2014. Ketika itu, kata dia, media sosial sangat kacau. Salah satunya banyaknya fitnah terhadap kandidat.

"Tapi pemilu sukses, ngga ada apa-apa. Apa yang ada di media sosial masih level wacana, dan wacana itu makin banyak makin bagus, makin terbuka makin bagus. Negara makin hebat kalau rakyat dibiarkan adu wacana," kata Nukman.

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan. Menurut dia, media sosial adalah instrumen modern dalam berdemokrasi. Nantinya, kata dia, netizen akan menjadi dewasa.

"Ilustrasinya begini, ketika pisau ditemukan di zamannya, pisau mengalahkan batu. Pisau dipakai ibu memasak untuk keluarganya. Tapi bagi calon pembunuh, pisau tetap untuk membunuh. Jadi kembali ke penggunanya. Medsos sekarang tidak mungkin kita tolak," kata Hinca.

Hal itu disampaikan Nukman dan Hinca menyikapi pendapat Pengamat politik dari Polcomm Institute dalam diskusi yang sama. (baca: SBY: Pak Jokowi, Jangan Mau Kita Diadu Domba)

Heri mengatakan, memang tidak ada yang salah dengan kebiasaan SBY berkomentar di media sosial. Namun, kata dia, akan menimbulkan masalah ketika pernyataan yang disampaikan SBY itu berupa kritikan dan dibalas Jokowi.

Mengingat SBY dan Jokowi merupakan tokoh nasional, kata dia, kritikan itu bakal memancing reaksi publik. Terlebih lagi jika para pendukung kedua pihak ikut mengomentari dan media massa mengangkatnya sehingga membuat panas.

Ia menyinggung situasi selama kampanye Pilpres 2014. Dampak saling sindir di media sosial ketika itu, kata Heri, antarkeluarga banyak yang tidak berkomunikasi dalam beberapa waktu karena berbeda pilihan calon pemimpin.

Seharusnya, menurut Heri, medsos tidak dipakai untuk melontarkan kritik oleh elite nasional seperti Jokowi dan SBY. Perbedaan pendapat yang disampaikan secara terbuka, kata dia, bakal menimbulkan banyak tafsiran publik. (baca: SBY Merasa Ada yang "Kebakaran Jenggot" Menyikapi "Tour de Java")

Menurut Heri, sebaiknya Jokowi dan SBY melakukan komunikasi secara langsung. Ia mempertanyakan mengapa tradisi baik yang dibangun ketika peralihan kepemimpinan pada 2014 lalu, kini tidak dilanjutkan.

"Kok hampir dua tahun terjadi seperti ini. Kalau ketemu jauh lebih bagus," kata Heri.

SBY dan Jokowi dianggap tengah saling sindir pascalangkah Jokowi meninjau proyek olahraga di Hambalang, Bogor.

Berbagai pihak mengaitkan kunjungan ke Hambalang itu dengan pernyataan SBY dalam Tour de Java. Kunjungan ke proyek mangkrak peninggalan pemerintahan SBY itu dianggap sebagai respons Jokowi menjawab kritikan SBY.

Saat Tour de Java, SBY menyebut bahwa pemerintah sebaiknya tidak menguras anggaran di sektor infrastruktur.

Terlebih lagi, kondisi ekonomi Tanah Air sedang lesu. (Baca: SBY Vs Jokowi, Pantun Kritik "Dibalas" Hambalang...)

Belakangan, setelah pernyataannya dikaitkan dengan kunjungan Jokowi ke Hambalang, SBY kembali melontarkan pernyataan lewat media sosial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Nasional
Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Nasional
Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Nasional
Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Nasional
PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

Nasional
Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Nasional
Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Nasional
PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com