Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rebutan Kursi Pimpinan Tanpa Kerja Nyata, DPD Dinilai Layak Dibubarkan

Kompas.com - 18/03/2016, 09:17 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyesalkan sikap para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tiba-tiba ribut mengenai kursi pimpinan.

Padahal, selama ini kinerja nyata DPD tidak pernah terdengar hasilnya. Dengan kerja seperti ini, Lucius menganggap wajar jika sempat muncul wacana untuk membubarkan DPD.

Ia memprediksi wacana yang pertama kali dimunculkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa itu bisa menguat dan menjadi kenyataan jika keributan di internal DPD ini tak segera diselesaikan.

"Saya kira internal DPD memberikan sumbangan bagi melekatnya ketidakpercayaan publik pada lembaga tersebut. Bukan salah publik jika menilai DPD tak urgen untuk dipertahankan. DPD sendiri yang gagal meyakinkan publik mengenai urgensi keberadaannya," kata Lucius saat dihubungi, Jumat (18/3/2016).

Lucius mengaku heran bagaimana bisa di perjalanan yang sudah satu setengah tahun tiba-tiba riak internal DPD mencuat untuk merebut kursi pimpinan. (baca: Kronologi Digoyangnya Kursi Pimpinan yang Buat Rapat DPD Ricuh)

Padahal, kata dia, DPR yang pada awal periode juga sempat berebut kursi pimpinan kini sudah mulai fokus bekerja. DPD justru menunjukkan hal sebaliknya.

"Ini sesungguhnya memperlihatkan watak anggota DPD yang beda-beda tipis dengan DPR.  Dua lembaga yang menjadi manifestasi sistem bikameral itu gagal memperlihatkan jati diri lembaga melalui pertarungan gagasan, pertarungan memperjuangkan kepentingan rakyat, dan gagal bersaing secara fair melalui hasil kerja," ujar Lucius.

Lucius melihat, sebenarnya upaya untuk memperkuat kewenangan DPD terus diupayakan. Namun, perjuangan itu menjadi kurang menggigit karena kelakuan anggota DPD yang mengecewakan.

Keributan paripurna hanya karena urusan ingin menggantikan pimpinan seharusnya diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. (baca: Sejumlah Anggota Ancam Layangkan Mosi Tak Percaya ke Pimpinan DPD)

DPD mesti bisa memperlihatkan keutamaan sikap yang lebih arif dan bijak dalam menyelesaikan masalah. 

"Hanya dengan begitu mereka bisa memikat simpati publik. Dan hanya dengan cara itu pula DPD bisa menjadi simpul gerakan bersama untuk memperkuat kewenangan mereka," ujar Lucius.

Kericuhan di internal DPD dimulai dari munculnya draf tata tertib yang memangkas masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. (baca: Irman Gusman Anggap Pemangkasan Masa Jabatannya Bertentangan dengan UU)

Tiga pimpinan yang ada, yakni Irman Gusman, Farouk Muhammad dan GKR Hemas menolak menandatangani draf tata tertib itu yang sudah disetujui dalam rapat paripurna DPD 15 Januari 2016 itu.

Ketua Panitia Khusus Tata Tertib Asri Anas beralasan, aturan yang mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD itu bertujuan untuk mengontrol kinerja pimpinan.

Nantinya, setiap akhir masa jabatan, akan ada pertanggungjawaban yang dibuat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com