Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Digoyangnya Kursi Pimpinan yang Buat Rapat DPD Ricuh

Kompas.com - 17/03/2016, 21:09 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rapat paripurna Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2016), berlangsung ricuh.

Mayoritas anggota meminta Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad selaku pimpinan rapat menandatangani tata tertib yang intinya memperpendek jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.

Namun, Irman dan Farouk menolak menandatangani tata tertib yang sudah disepakati dalam rapat paripurna luar biasa DPD pada 15 Januari 2016.

Awal mula munculnya usulan untuk mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD ini terjadi ketika panitia khusus (pansus) tata tertib dibentuk sekitar delapan bulan lalu.

Rapat paripurna DPD saat itu menyetujui pembentukan pansus untuk merevisi tata tertib sehingga kinerja DPD menjadi lebih baik.

"Karena banyak yang beranggapan DPD selama ini tidak ada output-nya," kata Ketua Pansus Tatib DPD Asri Anas saat dihubungi, Kamis malam.

Pansus pun terus bekerja merumuskan tata tertib baru yang lebih baik. Salah satu yang diatur adalah mempersingkat masa jabatan seluruh alat kelengkapan, termasuk pimpinan DPD, menjadi hanya 2,5 tahun.

Pansus sepakat bahwa masa jabatan yang dipersingkat membuat kontrol terhadap kinerja pimpinan alat kelengkapan dan pimpinan DPD menjadi lebih baik.

Di sejumlah negara juga, lanjut Asri, pimpinan DPD bahkan rata-rata hanya menjabat selama satu tahun.

"Nanti setiap akhir masa jabatan akan ada laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh setiap pimpinan alat kelengkapan dan pimpinan DPD," ucap Asri.

Akhirnya, pansus pun merampungkan tata tertib dan membawanya ke paripurna pada 16 Januari 2015. Terjadi perdebatan di bagian tatib yang mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD hingga akhirnya diambil voting.

Dari 63 anggota DPD yang hadir, 44 orang setuju masa jabatan pimpinan DPD dipangkas. Hanya 17 anggota yang mendukung masa kerja pimpinan DPD tetap lima tahun. Sementara dua anggota memilih abstain.

"Rapat paripurna itu Pak Irman Gusman juga yang memimpin kok," ucap Asri.

Kini Asri pun heran mengapa Irman dan Farouk bersikukuh tidak mau menandatangani tatib yang telah disepakati bersama itu.

Padahal, kata dia, tanpa tanda tangan pimpinan pun tatib tetap berlaku karena merupakan putusan paripurna.

"Tapi, kami ingin lihat etika pimpinan sehingga meminta tatib itu ditandatangani," ujarnya.

Asri bersama 44 anggota lainnya yang sudah menyetujui masa jabatan pimpinan DPD dipangkas berencana melayangkan mosi tidak percaya terhadap Irman.

Asri tetap berharap agar Irman bersama dua wakilnya, yaitu Farouk Muhammad dan GKR Hemas, mau berbesar hati menandatangani tatib tersebut.

Dia membantah bahwa tatib itu sengaja ditujukan untuk menggoyang kursi ketiga pimpinan DPD saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com