Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Supersemar Versi Soeharto

Kompas.com - 11/03/2016, 09:27 WIB

Soeharto mengatakan, para menteri yang diamankan adalah mereka yang dinilai rakyat terlibat dalam pemberontakan G 30 S/PKI atau setidak-tidaknya dianggap menghalang-halangi pembubaran PKI.

“Dengan langkah pembubaran PKI itu, saya berusaha menyelamatkan lembaga kepresidenan; menyelamatkan prestige Presiden Soekarno, yang mungkin tidak sanggup melaksanakan tuntutan rakyat, karena keyakinan dan tindakan-tindakan yang telah diambilnya,” kata Soeharto.

Menurut Soeharto, Surat Perintah 11 Maret menjadi alat penting untuk mengatasi situasi saat itu. Ia mengaku tak menganggap Supersemar sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan mutlak.

“Surat Perintah 11 Maret juga bukan merupakan alat untuk mengadakan kup terselubung. Sekarang, Surat Perintah 11 Maret itu masih ada; dan telah mempunyai landasan konstitusional yang kuat menjadi Ketetapan MPRS no IX,” kata dia.

Berawal dari pemberontakan PKI

Terkait lahirnya Supersemar, menurut Soeharto, berawal dari pemberontakan Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI pada akhir 1965.

Ia menyebut bahwa peristiwa ini telah mengakibatkan terbunuhnya pimpinan Angkatan Darat dengan cara yang kejam dan di luar batas kemanusiaan.

“Pemberontakan ini menimbulkan pemikiran yang mendalam pada pada Pimpinan Angkatan Darat dan ABRI khususnya serta pemimpin-pemimpin masyarakat dan generasi muda pada umumnya,” ujar dia.

Soeharto menganggap, pemberontakan ini harus menjawab sejumlah pertanyaan terkait apa yang menyebabkan terjadi peristiwa itu, serta bagaimana mengatasi akibat yang timbul setelah pemberontakan.   

“Segera kita ketahui bahwa pemberontakan G 30 S itu didalangi oleh PKI dan tujuan akhirnya adalah mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk diganti dengan sistem lain yang tidak kita terima. Usaha PKI ini adalah yang kedua kalinya, sesudah kegagalan pemberontakan mereka dengan tujuan yang sama pada tahun 1948,” papar Soeharto.

Bukan transfer kekuasaan

Sementara itu, Presiden Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Supersemar di luar kewenangan yang diberikannya.

Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of authority”.

"Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu suatu transfer of soverignty. transfer of authority. Padahal tidak! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal!” kata Soekarno.

Tak tegas

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com