Kebijakan Soekarno pun mengundang reaksi keras dari pelajar dan mahasiswa. Mahasiswa menggelar demonstrasi besar-besaran di Ibukota. Selain menuntut pembubaran PKI, tuntutan juga ditujukan terhadap kebijakan Presiden Soekarno.
Menurut mahasiswa, rakyat menuntut agar pemerintah mengambil tindakan karena situasi politik di Indonesia pada awal 1966 telah membawa akibat buruk di bidang ekonomi dan sosial.
Tuntutan tersebut dikenal dengan nama Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat (Tritura). Isinya adalah menuntut pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, dan penurunan harga kebutuhan pokok.
Seperti dikutip dari buku Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat yang disusun oleh Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, kesatuan aksi pemuda dan mahasiswa saat itu menilai Presiden Soekarno sebagai pemerintah Orde Lama harus ditumbangkan.
Gerakan menentang Orde Lama mencapai puncaknya pada saat pelantikan Kabinet Dwikora pada 24 Februari 1966.
Mahasiwa melakukan boikot dengan melakukan aksi kempes ban di jalan menuju Istana Negara, memprotes dan menentang pelantikan kabinet.
Mahasiswa dan pelajar juga menuding Soekarno meremehkan tuntutan rakyat dengan perintah-perintah untuk meningkatkan perjuangan menentang Malaysia dan persiapan pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO).
CONEFO merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi dua kekuatan blok sebelumnya, blok Uni Soviet dan blok Amerika Serikat.
Desakan Tentara dan Mahasiswa
Setelah itu, demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran terjadi kembali pada tanggal 11 Maret 1966 di depan Istana Negara.
Demonstrasi ini mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura yang salah satunya meminta pembubaran PKI.
Tidak hanya mahasiswa yang mengepung Istana, sejumlah tentara tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan.
"Diakui oleh Kemal Idris bahwa itu pasukan Kostrad yang dia pimpin, bergabung dengan mahasiswa. Jadi demonya bukan demo yang murni lagi," kata Asvi Warman Adam ketika diwawancarai Kompas.com di Jakarta, Minggu (6/3/2016).
Menurut Asvi, tentara ikut mendukung mahasiswa menuntut pembubaran PKI karena beranggapan bahwa PKI itu berada di balik G30S.
Meskipun, ada sinyalir dukungan tersebut diberikan dalam rangka pengalihan atau perebutan kekuasaan.
PKI dibubarkan pun dinilai bukan karena ideologi, melainkan karena PKI merupakan sebuah partai besar dengan jutaan anggota yang mendukung Soekarno.
Pengepungan Istana oleh tentara tidak dikenal itu merupakan sesuatu yang menakutkan bagi Soekarno. Akhirnya dia memutuskan pergi ke Istana Bogor bersama Soebandrio dan Chaerul Saleh dengan menggunakan helikopter ke Bogor.
"Kondisi pada saat itu sudah sangat meruncing dan panas. Jika kondisinya masih normal Bung Karno akan tetap di Istana Negara," ucap Asvi.