"Harus ada akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang jelas dalam upaya pencegahan terorisme," kata Al Araf.
Sementara itu, Pasal 25 mengatur mengenai masa penahanan selama penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
Al Araf menilai, masa penahanan dalam UU ini terlalu lama dibandingkan dengan pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Total masa penahanan dalam KUHAP adalah 170 hari atau sekitar 6 bulan, sementara dalam draf RUU Terorisme, masa penahanan bertotal 300 hari atau hampir satu tahun.
Begitu pula pengaturan mengenai masa penangkapan yang diperpanjang dari tujuh hari menjadi 30 hari. Padahal, KUHAP hanya memperbolehkan penahanan selama 1x24 jam.
Al Araf menilai, masa penangkapan yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 selama tujuh hari sebenarnya sudah cukup untuk mencari alat bukti dan mendalami kasus terorisme.
"Panjangnya masa penahanan berpotensi melanggar hak-hak tersangka yang diduga melakukan tindak pidana terorisme," ujar Al Araf.
Ia menyatakan, negara harus menanggulangi terorisme dengan memenuhi kewajibannya dengan benar, yakni dengan menciptakan produk legislasi yang sesuai dengan hak asasi warga negaranya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.