Keputusan itu diambil setelah pimpinan DPR bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (22/2/2016) siang.
Dalam pertemuan kemarin, lima pimpinan DPR hadir. Mereka adalah Ade Komarudin, Fadli Zon, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto, dan Fahri Hamzah.
Revisi UU KPK sendiri sebelumnya telah disepakati untuk masuk prioritas Program Legislasi Nasional 2016.
Rencana amandemen terhadap UU yang telah berusia 14 tahun itu terus menuai kontroversi lantaran dianggap melemahkan oleh sejumlah pihak.
"Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi UU KPK. Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini," kata Jokowi saat jumpa pers bersama perwakilan DPR di Istana Negara, kemarin.
Meski ditunda, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Presiden tetap setuju agar UU itu direvisi.
Hanya saja, waktu pelaksanaan revisi itu akan mempertimbangkan respons publik dan dalam waktu yang tepat.
Ke depan, pemerintah ingin mengundang perwakilan masyarakat yang menolak revisi UU KPK untuk berdiskusi.
Ia menjamin, pemerintah tak memiliki niat untuk melemahkan KPK.
"(Presiden) mendukung, tetapi beliau dengan arif tidak akan melakukan sesuatu yang belum waktunya," kata dia.
Tetap di prolegnas
Ketua DPR Ade Komarudin menegaskan, penundaan revisi UU KPK tak akan membuat pembahasan UU tersebut dicabut dari prolegnas.
Sebab, prolegnas sebelumnya telah disusun bersama antara pemerintah dan DPR.
"Kami sepakat menunda membicarakan sekarang ini, tetapi tidak menghapus dalam daftar prolegnas," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo mengatakan, penundaan revisi UU KPK tidak memiliki batas waktu.
Begitu pula terhadap sosialisasi revisi yang hendak dilakukan pemerintah mendatang.
Selama ini, kata dia, masyarakat belum mendapatkan informasi yang utuh terkait revisi UU KPK.
Karena itu, mereka menganggap revisi terhadap keempat poin yang telah disepakati melemahkan KPK.
Keempat poin itu adalah pembatasan wewenang penyadapan, pembentukan dewan pengawas, penerbitan surat perintah penghentian penyidikan, dan pengangkatan penyidik independen.
"Publik menanggapi revisi UU KPK ini dari sisi negatifnya saja. Jadi, nanti tidak ada batas waktu. Nanti kita lihat sampai masyarakat memahami betul," ujarnya.
Akhirnya akan dicabut
Pakar psikologi politik, Hamdi Moeloek, menilai, ada tarik-menarik kepentingan dalam revisi UU KPK.
Sebab, revisi itu dimotori oleh Fraksi PDI Perjuangan yang merupakan partai pengusung Jokowi.
Jika merunut pada janji kampanye Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu selama ini selalu berjanji untuk memperkuat KPK.
Bahkan, janji itu diperkuat di dalam sembilan agenda prioritas yang terdapat di dalam Nawa Cita.
"Jokowi tentu ingin agar semua enak dan tidak ada yang malu. Sekarang beliau pasti mulai mendekati teman-temannya," kata Hamdi saat dihubungi, Selasa (23/2/2016).
Jokowi, menurut dia, memiliki kepentingan yang kuat untuk mempertahankan KPK tetap kuat.
Untuk itu, di dalam kesepakatan yang diambil kemarin, Presiden tidak menyebutkan batas waktu kapan pembahasan revisi UU KPK akan dimulai kembali.
"Sekarang kuncinya tinggal di Presiden. Kalau Presiden minta tunda sampai empat tahun sampai masa jabatannya habis juga bisa. Tetapi, saya yakin, pada akhirnya, Presiden akan menarik. Cuma bahasannya, saya akan mendengarkan opini publik dulu," kata dia.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, ada ewuh pakewuh yang dialami Jokowi.
Ia menganggap, Jokowi saat ini sedang berada di tengah pusaran desakan "kuasa partai" dan kelompok yang selama ini tidak menginginkan kekuasaan mereka dibatasi oleh kinerja KPK.
"Namun, Jokowi tidak punya cukup keberanian melawan arus besar kuasa partai dan kelompok yang merasa berjasa mendudukkan dia sebagai Presiden. Dengan kondisi seperti itu, Presiden kelihatannya selalu bersandar pada suara publik yang dijadikannya sebagai amunisi untuk melawan kuasa partai dan kelompok kepentingan," ujarnya.
Ia menyarankan Presiden bersikap lebih tegas. Sebab, perdebatan polemik revisi UU KPK dianggap tidak produktif dan menghabiskan energi bangsa.
"Publik akan ada di belakangnya. Beliau hanya perlu memupuk sikap berani melawan kuasa partai dan kelompok kepentingan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.