Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hatta dan Kita

Kompas.com - 05/02/2016, 18:35 WIB

Oleh: Asep Salahudin

JAKARTA, KOMPAS - Selalu bisa menemukan hal- hal baru ketika membaca karya-karya Mohammad Hatta. Ia tampil di pentas politik Nusantara pra- dan pasca kemerdekaan bukan sekadar seorang politikus, melainkan juga negarawan sekaligus pemikir yang piawai merumuskan gagasannya dengan dingin, mendalam, dan visioner.

Langkah politiknya seakan-akan dibimbing imajinasi kuat dan rasionalitas kukuh yang menjadi oksigen kehidupannya. Inilah barangkali yang jadi latar utama mengapa Bung Hatta kukuh memegang prinsip, kukuh memperjuangkan keyakinan, sekaligus berani mengambil pilihan hidup bersahaja. Tentu saja termasuk keputusannya menanggalkan jabatan prestisius, wakil presiden (1957), ketika dipandangnya Soekarno telah jauh menyimpang dari khitah bernegara yang diimpikannya, kekuasaan kian terkonsentrasi dalam genggaman satu orang, dan jabatan wakil presiden sekadar seremonial.

Jangan tanyakan tentang kecintaan Hatta terhadap Tanah Air. Justru dia sendiri yang mengusulkan untuk menggeser penamaan Hindia Belanda dengan Indonesia dalam sebuah rapat Indonesische Vereeniging di jantung pusat kolonial Belanda yang masih sangat berkuasa. Bukan sekadar usulan nama, melainkan di belakangnya terhampar iman kebangsaan yang membayangkan bahwa ketika "Indonesia" sudah menjadi kebutuhan bersama dalam proyek besar memperjuangkan kemerdekaan, maka hal ihwal yang berbau kedaerahan, etnisitas, dan isu sempit keagamaan harus lekas dikuburkan. Bagi Hatta, "Menamakan diri nasionalis Indonesia, tetapi pergaulan dan semangatnya masih amat terikat kepada daerah dan tempat ia dilahirkan?"

Bersekolah di negeri penjajah tidak membuatnya menjadi operator dan corong kepentingan kolonial, tetapi justru kian menumbuhkan sikap kritis. Senarai tulisannya dengan tajam menggugat Belanda, yang kemudian berujung pada penangkapan terhadapnya, lalu ia dibawa ke penjara di Casiusstraat, dan harus mempertanggungjawabkannya di meja Pengadilan Belanda (1927).

Pulang ke Indonesia dalam pengawalan ketat polisi rahasia (1932), justru ia seolah-olah menemukan tempat yang subur mengartikulasikan seluruh keresahan politisnya. Dihidupkannya PNI (Pendidikan Nasionalis Indonesia) bersama kawannya, Sutan Sjahrir. Lewat buku, kursus politik, brosur, dan majalah, diserukannya rakyat melawan kolonial, disuntikannya kepada massa agar berani sekaligus tegak lurus dengan kebenaran. Tentu semua itu bukan tanpa risiko, malah kemudian mengharuskan dirinya diasingkan ke Banda Neira (1936-1941).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com