Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Mereka yang Revisi UU KPK Siap-siap Jeblok Pemilu 2019

Kompas.com - 03/02/2016, 18:21 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengingatkan, partai politik yang mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan mendapatkan simpati dari rakyat.

"Mereka yang akan revisi, siap-siap jeblok kalian pada (Pemilu) 2019," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2016).

Menurut Ruhut, rakyat masih mendambakan KPK yang kuat melawan koruptor. Banyak rakyat yang miskin karena ulah pejabat yang melakukan korupsi.

Sementara itu, revisi yang akan dilakukan oleh DPR, menurut Ruhut, berpotensi untuk melemahkan KPK. (Baca: Ruhut: KPK Karya Agung Megawati, Kok Kadernya Minta Revisi?)

"Kami partai Demokrat masih save KPK," ujar anggota Komisi III DPR ini.

Ruhut mengatakan, pelemahan terhadap KPK dapat dilihat dari keinginan memberi kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Bukan tidak mungkin, SP3 nantinya disalahgunakan untuk menghentikan kasus tertentu.

Menurut Ruhut, KPK tak memerlukan SP3 karena selama ini sangat berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Hingga saat ini, kasus yang ditangani KPK tidak ada yang divonis bebas hingga berkekuatan hukum tetap. (Baca: Ruhut: Tolong Kasih Penjelasan, di Mana Revisi UU Memperkuat KPK?)

"Siapa pun yang jadi tersangka pasti jadi terdakwa, (setelah) sidang pun jadi terpidana. Pernah enggak terdakwa bebas? Belum pernah," ucap anggota Komisi III DPR itu.

Ruhut juga menyoroti KPK yang harus mendapatkan izin dari dewan pengawas sebelum melakukan penyadapan.

Padahal, Ruhut yakin, KPK tidak akan menyalahgunakan kewenangan penyadapan yang dimilikinya. (Baca: Gerindra Anggap Draf RUU Lemahkan KPK)

"Ini kan karena mereka takut aja. Aku nggak takut disadap karena lurus-lurus saja. Jadi, ngapain mesti takut?" ucap Ruhut.

Draf RUU KPK mulai dibahas DPR. Ada empat poin perubahan yang tercakup dalam draf itu. Pertama, dewan pengawas akan dibentuk untuk mengawasi kinerja KPK. (Baca: Busyro Anggap DPR Sengaja Batasi Kewenangan KPK karena Takut Disadap)

Kedua, KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3. Ketiga, penyadapan yang dilakukan KPK harus seizin dewan pengawas. Terakhir, KPK juga tidak diperbolehkan mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com