JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino berencana memperkarakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penghitungan kerugian negara terhadap pengadaan 10 unit mobile crane.
Segala jalur hukum akan ditempuh RJ Lino, baik perdata atau pidana.
Salah seorang kuasa hukum RJ Lino, Freidrich Yunadi, mengatakan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat somasi kepada BPK atas penghitungan kerugian negara itu.
Somasi itu adalah langkah awal dari rangkaian jalur hukum yang akan ditempuhnya.
"Kami sudah kirim somasi kepada BPK karena sudah melanggar UU atas penghitungan nilai kerugian negara itu," kata Yunadi di Kompleks Mabes Polri, Kamis (27/1/2016) sore.
"Kami akan bersiap-siap mengambil langkah hukum, baik perdata atau pidana kepada BPK," ujarnya.
Yunadi melanjutkan, penghitungan kerugian negara atas pengadaan mobile crane itu dianggap melanggar kode etik. Sebab, BPK pernah mengaudit pengadaan mobile crane itu pada Februari 2015.
Pada audit sebelumnya BPK tak menemukan adanya kerugian negara.
"Kenapa kemudian diam-diam mengeluarkan kerugian negara yang dikatakan kerugian negaranya Rp 37,9 miliar," ujar Yunadi.
Pihak Lino juga mempersoalkan penghitungan BPK yang menyebutkan "total lost".
Menurut Yunadi, bisa disimpulkan "total lost" jika proyek pengadaan itu seluruhnya tidak ada alias fiktif. Namun, Yunadi mengklaim sepuluh mobile crane itu beroperasi dengan baik hingga saat ini.
"Faktanya barang itu berfungsi, berjalan dan menghasilkan uang Rp 3,8 miliar selama satu tahun. Saya punya bukti rekamannya, itu seratus persen jalan," ujar dia.
Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menerima penghitungan kerugian negara (PKN) pengadaan 10 unit mobile crane oleh PT Pelindo II dari BPK, Senin (25/1/2016) lalu.
Hasil audit BPK menunjukkan, pengadaan itu merugikan negara puluhan miliar rupiah.
"Total kerugian negara atas pengadaan 10 unit mobile crane sebesar Rp 37.970.277.778," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Agung Setya saat dihubungi, Senin (25/1/2016) sore.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK, R Yudi Ramdan Budiman, dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin siang, mengatakan, pemeriksaan PKN dilaksanakan sejak tanggal 13 Oktober 2015 sampai dengan 23 Januari 2016.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan kontrak yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.