Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tepatkah Langkah Pemerintah Merevisi UU Anti-terorisme?

Kompas.com - 22/01/2016, 08:03 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan untuk melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dengan revisi itu, pemerintah ingin memiliki dasar hukum yang lengkap dalam hal pencegahan dan penanganan terorisme.

Beberapa poin yang diusulkan untuk diubah adalah pencabutan status kewarganegaraan dan bagi warga negara Indonesia yang pernah mengikuti latihan terorisme.

Ada pula poin penambahan masa penahanan untuk keperluan pemeriksaan terduga teroris dan pemberian persetujuan alat bukti terkait dengan terorisme yang semula harus diberikan ketua pengadilan negeri menjadi oleh hakim pengadilan.

Unsur lain seperti deradikalisasi, kekerasan, pendidikan, dan kesenjangan juga menjadi bahan pertimbangan saat pembahasan.

Pemerintah menyatakan, langkah revisi ini diperlukan karena selama ini aparat penegak hukum kesulitan menangkap pelaku teror jika mereka nyata-nyata belum melakukan tindakan teror.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Jamil, mengatakan, revisi UU itu mendesak dilakukan mengingat gerakan teroris yang semakin terbuka saat ini.

(Baca Anggota F-PKS: Teroris Sekarang Lebih Terbuka)

Namun, tidak semua pihak setuju dengan rencana pemerintah tersebut.

Banyak yang menilai usaha pemerintah terkesan terburu-buru dan tanpa adanya kajian yang menyeluruh.

Pakar hukum Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya kebutuhan untuk melakukan revisi terhadap UU Anti-terorisme.

"Revisi undang-undang mungkin akan memberikan efek jangka pendek. Tapi itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan," ujar Todung saat ditemui di kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Jumat (15/1/2016).

Sejauh pengamatan yang ia lakukan, kasus terorisme yang muncul justru timbul karena lemahnya koordinasi antara aparat-aparat keamanan, seperti kepolisian, tentara dan intelijen.

Oleh karena itu, hal krusial yang harus segera dilakukan sebenarnya adalah mengoptimalkan sumber daya yang sudah ada dalam bidang intelijen untuk mendeteksi bahaya-bahaya ancaman teror.

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq pun berpendapat bahwa kasus terorisme yang terjadi merupakan akibat dari kurang optimalnya instrumen yang ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com