JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai bahwa revisi undang-undang diperlukan agar KPK dapat memiliki kewenangan untuk melakukan fungsi penegakan hukum di ranah militer.
Selama ini, undang-undang membatasi KPK dalam melakukan pengawasan terkait penggunaan uang negara dalam anggaran pertahanan.
"Kita tidak bisa melangkah tanpa undang-undang. Semua di Indonesia punya undang-undang, tidak bisa asal main begitu saja," ujar Saut saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam konferensi pers terkait indeks antikorupsi militer oleh Transparency International di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Menurut Saut, revisi undang-undang juga harus melalui sinkronisasi antara regulasi TNI dan KPK. Hal itu untuk mencegah masing-masing undang-undang saling bertabrakan.
Kewenangan KPK diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun TNI dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan.
"Kalau semua tujuannya efisiensi, jangan lupa KPK misinya adalah efisien dan efektif. Kalau tidak efisien, tidak efektif, kita cari-cari ternyata tidak bisa mengadili mereka, ya untuk apa?" kata Saut.
Salah satu cara yang bisa digunakan KPK untuk mengawasi pejabat negara di internal TNI adalah menggunakan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Namun, menurut dia, efisiensi LHKPN juga masih diperdebatkan di internal KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.