Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Gafatar dan Kultus

Kompas.com - 15/01/2016, 15:00 WIB
Langkah menuju pembentukan negara itu—seperti juga ada pada kelompok dan organisasi lain—dimulai dengan perumusan doktrin teologis dan ritual; penggalangan dana; pemberlakuan hijrah (dalam kasus dokter Rica, dari Yogyakarta ke Pangkalan Bun); dan akhirnya pembentukan negara.

Sebagai organisasi "agama", Gafatar jelas terkait erat dengan paham dan praksis "millahIbrahim" (agama Abrahamik), yang kemudian membentuk Komunitas Millah Abraham (Komar).Maraknya respons dan kritik dari kalangan ulama dan aktivis arus utama (mainstream) terhadap pemahamanmillahIbrahim yang mereka anut, nama Komar kemudian cenderung ditinggalkan untuk diganti dengan Gafatar.

IstilahmillahIbrahim disebut dalam Al Quran sebanyak 10 kali yang terpencar dalam berbagai ayat. Sesuai dengan latar belakang turun dan konteks ayat-ayat tersebut, jumhur (mayoritas) ulama mainstream menyimpulkan bahwa ketiga agama (Yahudi, Kristiani, dan Islam) memiliki keterkaitan dengan Nabi Ibrahim (Abraham), yang merupakan salah satuulul azmi, nabi utama.

Dalam akidah (keimanan) Islam, setiap dan seluruh Muslim wajib memercayai Musa, Ibrahim, dan Isa Almasih sebagai nabi. Kitab suci yang dipegangi umat Yahudi (Taurat/Perjanjian Lama) dan umat Kristiani (Injil/Perjanjian Baru) wajib pula diimani Muslimin wahyu dari Allah.

Penulis menyebut ketiga agama sebagai "kakak-adik" (siblings) yang selain memiliki platform yang sama (dalam istilah Quran, kalimatun sawa'), juga perbedaan. Masing-masing memiliki karakter sendiri, yang tidak masuk akal untuk disatukan menjadi sebuah batang tubuh agama tunggal. Di sinilah terletak kekeliruan Gafatar, yang dalam pemahaman dan praksis "menyatukan" ketiga agama itu. Hasilnya adalah teologi, ibadah, dan praksis keagamaan sinkretik.

Secara teopraksis, kredonya adalah "Sepuluh Perintah Tuhan" (Ten Commandements) dari Tuhan kepada Nabi Musa. Jika diringkas Sepuluh Perintah Tuhan itu mencakup; hanya menyembah dan menghormati Tuhan—tidak membuat dan menyembah berhala; menguduskan Sabbath (hari Sabtu); menghormati kedua orangtua; tidak berzina, mencuri, berdusta, dan menginginkan hak milik orang lain.

Atas dasar inilah kemudian Gafatar mengajarkan pada para anggotanya untuk merayakanSabbath, hari ibadah bagi umat Yahudi dan juga Kristiani. Kalau mau, mereka juga bisa juga merayakan hari Jumat, saayidul-ayyam Muslim.

Dalam kaitan itu, Gafatar menolak rukun Islam. Memercayai hanya salah satu dari dua kalimat syahadat dengan mengimani Allah, Gafatar menolak beriman pada Nabi Muhammad. Mereka juga menolak rukun Islam lain, shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan naik haji ke Mekkah. Sedangkan rukun Islam tentang kewajiban zakat, tampaknya tetap mereka pegang—terkait penggalangan dana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com