Sebaliknya, Indonesia lebih bisa diterima bagi kedua pihak bertikai karena sejumlah alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara netral yang berhubungan baik dengan Arab Saudi dan Iran sekaligus. Namun, Indonesia tidak memiliki kepentingan geostrategis dan politis di kawasan Timur Tengah yang terus bergolak. Kedua, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan sekaligus negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Dengan tingkat akseptasi lebih besar, agar berhasil dalam mewujudkan peran mediasi internasional, Pemerintah Republik Indonesia perlu melibatkan banyak pihak dalam diplomasinya. Kemlu tetap menjadi lokus utama, tetapi perlu keterlibatan publik Indonesia lebih luas menggalang diplomasi publik menjadi total diplomacy.
Dalam konteks khas, upaya mediasi Indonesia meredakan konflik Arab Saudi-Iran memerlukan keterlibatan non-state actors, khususnya pemimpin dan tokoh Islam Indonesia. Mereka tidak hanya fasih berbicara bahasa Arab atau Persia tentang wajibnya perdamaian sesama Muslim—Sunni dan Syiah—tetapi juga memiliki jaringan luas dengan ulama dan tokoh Arab Saudi dan Iran. Hanya dengan begitu kita bisa lebih optimistis dengan upaya mediasi Indonesia guna terciptanya dunia lebih aman dan tenteram.
Azyumardi Azra
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; Mantan Anggota Dewan Penasihat UNDEF, New York, dan International IDEA, Stockholm
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Januari 2016, di halaman 15 dengan judul "Indonesia dan Mediasi Konflik Arab Saudi-Iran".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.