Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Diminta Tinjau Ulang Aturan soal Batas Selisih Suara Pilkada

Kompas.com - 11/01/2016, 14:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konsitusi (MK) diminta untuk meninjau kembali Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dan Perselisihan Hasil Pilkada.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz.

Menurut dia, PMK tersebut semakin mempersempit peratutan batas selisih suara yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

"PMK ini, selain memang (aturan) Undang-Undang mempersempit, semakin memperparah itu," ujar Masykurudin dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Senin (11/1/2016).

"Membuat proses gugatan semakin sedikit yang diterima dan menghilangkan aspek keadilan," tambah dia.

Untuk diketahui, Di dalam Pasal 158 ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi. 

Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi. 

Sementara dalam Pasal 6 ayat (3) PMK Nomor 5 dijelaskan bahwa persentase selisih suara dihitung dari suara terbanyak berdasarkan hasil penghitungan suara.

"Ketika kami analisis mendalam sedikit, berakibat ke banyak hal," kata Masykurudin.

Ia memberi contoh pilkada Kabupaten Waropen, Provinsi Papua. Dimana jika mengikuti batas selisih suara di Undang-Undang, maka mereka lolos batas selisih dua persen.

Namun, jika mengikuti hitungan PMK maka tidak lolos batas selisih suara.

Masykurudin menambahkan, MK perlu meninjau kembali aturan tersebut dan tidak menjadikan soal batas selisih suara menjadi pertimbangan nomor satu.

Ia meminta MK juga mempertimbangan unsur pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif dan tidak memangkas perkara hanya berdasarkan hitungan suara.

Seperti pada pilkada Kabupaten Waropen, kata Masykurudin, dimana perolehan suara di satu distrik saja bisa mengubah kemenangan pasangan calon.

"Situasi mobilisasi pemilih sangat berpengaruh terhadap siapa yang menang. Terutama daerah yang pemilihnya sedikit," tutur Masykurudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com