Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Kegaduhan Politik dan Hukum Sepanjang 2015

Kompas.com - 30/12/2015, 10:24 WIB
Indra Akuntono

Penulis

KOMPAS.com - Era pemerintahan Presiden Joko Widodo  diawali dengan kegaduhan politik pemilihan kepala Polri. 

Hingga akhir tahun 2015, sejumlah kegaduhan terjadi mewarnai situasi politik di Tanah Air.

Kegaduhan muncul tidak hanya dari dalam pemerintahan, tapi juga dari gedung parlemen.

Berikut lima kegaduhan politik yang paling menyedot perhatian publik sepanjang tahun ini:

1. Budi Gunawan Kapolri

Tahun 2015 dibuka dengan kegaduhan tentang pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Jokowi mengusulkan pencalonan mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu kepada DPR pada 9 Januari 2015.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Komjen Budi Gunawan
Dalam hitungan hari, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi.

Episode Cicak versus Buaya pun terulang. Polisi menetapkan dua pimpinan KPK sebagai tersangka. Budi juga mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka pada dirinya. Budi memenangi gugatan itu dan status tersangka dibatalkan.

Sementara itu, DPR menyetujui pencalonan Budi sebagai Kapolri. Akan tetapi, Jokowi urung melantik Budi sebagai pemimpin Korps Bhayangkara karena besarnya penolakan masyarakat terhadap Budi.

Jokowi kemudian mengajukan calon lain, yakni Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Setelah melalui proses uji di parlemen, Badrodin dilantik menjadi Kepala Polri. Adapun Budi akhirnya menjadi Wakil Kepala Polri.

2. Kriminalisasi KPK

Penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka memunculkan perlawanan dari lembaga kepolisian.  

Di tengah kontroversi status  Budi Gunawan, polisi menetapkan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagia tersangka.

Fabian Januarius Kuwado/KOMPAS.com Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad saat memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri, Rabu (24/6/2015).
Samad ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen dan paspor atas nama Feriyani Liem tahun 2007.

Sebelumnya, beredar di internet foto Abraham Samad dengan seorang perempuan yang diketahui sebagai Feriyani di tengah ketegangan kasus Budi Gunawan. Abraham juga menjadi tersangka kasus penyalahgunaan wewenang.

Sementara, Bambang Widjojanto menjadi tersangka kasus keterangan palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi tahun 2010 saat Bambang masih menjadi pengacara.

Abraham dan Bambang yang dikenal “galak” dalam penindakan kasus korupsi pun akhirnya lengser sebagai pimpinan KPK karena kasus hukum yang disangkakan pada keduanya.

Selain Abraham dan Bambang, penyidik KPK Novel Baswedan juga menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian terhadap tersangka pencuri burung pada tahun 2004.

Hingga akhir 2015, kasus Bambang dan Abraham tak jelas kelanjutannya.

3. Hakim Sarpin, Budi Gunawan, dan Komisioner Komisi Yudisial

Sarpin Rizaldi, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta, memutuskan bahwa penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.

Putusan sidang praperadilan ini memutus kelanjutan kasus Budi Gunawan di KPK.

Putusan sidang praperadilan ini menuai beragam komentar dari berbagai pihak termasuk Komisi Yudisial (KY).

Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrahman Syahruri menganggap putusan Sarpin tidak lazim, kontroversial, dan melampaui kewenangan.

Sarpin menganggap pernyataan dua komisioner KY mencemarkan nama baiknya. Ia melaporkan keduanya ke polisi.

Suparman dan Taufiqurrahman pun menjadi tersangka. Kegaduhan belum usai. Kedua komisioner KY melaporkan balik Sarpin ke polisi dengan alasan yang sama: pencemaran nama baik. 

Kasus Sarpin vs Komisioner KY yang bermula dari perkara Budi Gunawan belum selesai hingga akhir tahun ini.

AP Ketua DPR Setya Novanto dan Donald Trump
4. Pimpinan DPR bertemu Donal Trump

Di semester kedua 2015, pimpinan DPR digoyang oleh dua kasus pelanggaran etika. Pada awal September 2015, Ketua DPR RI Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, diadukan karena pertemuan mereka dengan calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di New York.

Novanto dan Fadli tidak memenuhi dua panggilan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan atas kasus itu.

Di tengah wacana pemanggilan ketiga pada 19 Oktober 2015, tersiar kabar bahwa keduanya telah diperiksa secara diam-diam oleh dua pimpinan MKD, yakni Surahman Hidayat dan Sufmi Dasco Ahmad, pada 15 Oktober.

Hasil dari sidang tertutup MKD itu adalah Novanto dan Fadli divonis bersalah dan dianggap melakukan pelanggaran ringan.

5. Papa Minta Saham

Sepanjang November-Desember 2015, Novanto kembali menjadi sorotan setelah dilaporkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said karena dugaan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia (PT FI).

KOMPAS/PRIYOMBODO Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat (kiri) bersama wakil ketua, yaitu Junimart Girsang (tengah), Sufmi Dasco Ahmad (kanan), dan Kahar Muzakir (belakang), menunjukkan surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR periode 2014-2019 seusai sidang dugaan pelanggaran etika oleh Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12) malam. Sidang dinyatakan ditutup setelah MKD menerima surat pengunduran diri Novanto.
Di media sosial kasus ini ramai diperbincangkan sebagai kasus papa minta saham, plesetan dari kasus penipuan mama minta pulsa melalui pesan singkat telepon selular.

Perkara ini muncul karena adanya rekaman pembicaraan antara Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin.

Dalam sidang terbuka MKD, Sudirman Said menyerahkan rekaman suara lengkap pertemuan itu sebagai bukti. Di hadapan MKD pula, Maroef menyebut rekaman itu ia buat untuk melindungi diri.

Novanto juga bersaksi di hadapan MKD, tetapi dalam sidang tertutup. Ia membantah tudingan Sudirman dan menyebut rekaman itu dibuat secara ilegal.

Ia akhirnya mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.

Video Kilas Persistiwa Kompas.com 2015

Kompas Video Kilas Peristiwa 2015

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Nasional
Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Nasional
KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com