JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Golkar, Setya Novanto, resmi mengajukan pengunduran dirinya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (16/12/2015) malam.
Setelah Setya menyatakan mundur, bagaimana mekanisme yang ditempuh selanjutnya untuk memilih ketua DPR baru?
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mencakup aturan soal kondisi ketika salah seorang pimpinan DPR mengundurkan diri.
(Baca: BREAKING NEWS: Setya Novanto Mundur sebagai Ketua DPR)
Di dalam Pasal 87 ayat 3 undang-undang tersebut disebutkan bahwa, jika salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya, maka anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas sampai ada pimpinan definitif.
Pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa pengganti seorang pimpinan DPR harus berasal dari partai politik yang sama.
(Baca: Nurul Arifin: Setya Novanto Mundur supaya Tak Ada Kegaduhan Lagi)
Sementara itu, mekanisme penggantian pimpinan DPR diatur dalam peraturan nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib. Penggantian hanya dilakukan untuk pimpinan yang mengundurkan diri, tidak seluruhnya.
Berikut kutipan Pasal 46 yang mengatur soal mekanisme penggantian pimpinan itu:
(1) Dalam hal ketua dan/atau wakil ketua DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, DPR secepatnya mengadakan penggantian.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.