Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasang Surut Partisipasi Politik di Dunia Maya

Kompas.com - 15/12/2015, 17:45 WIB

Bagi peneliti komunikasi politik Effendi Gazali, poin pertama yang disampaikan Merlyna sudah menjelaskan mengapa "gemuruh" di dunia maya soal MKD belum bisa berubah jadi "kopi darat".

Kasus MKD amat kompleks karena bisa menimbulkan banyak faksi di ranah offline maupun di dunia maya.

Di satu sisi ada yang membela Sudirman. Sudirman dianggap sebagai pengungkap kasus (whistle blower) dugaan pelanggaran etika oleh Novanto yang diduga meminta sesuatu dari PT Freeport Indonesia (FI) dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

Di sisi lain, kata Effendi, ada pula yang menyerang Sudirman karena khawatir ada kepentingan tertentu di belakangnya.

Lebih kompleks lagi, ada yang mempertanyakan, apakah motivasi Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin merekam pembicaraannya dengan Novanto benar demi kepentingan bangsa Indonesia.

Ada pula faksi yang melihat kasus ini sebagai pertarungan sejumlah media yang pemiliknya punya pandangan politik berseberangan.

"Makin kompleks sebuah kasus, makin terbelah faksinya, makin lama pula aktivisme daring bisa jadi offline," katanya.

Hal ini memang berbeda dari narasi kasus-kasus aktivisme daring yang sukses di dunia maya dan offline.

Untuk kasus kriminalisasi KPK, narasinya sederhana; yakni antara KPK sebagai korban dan pihak lain sebagai "pelaku" kriminalisasi.

Masyarakat dengan mudah menangkapnya dalam fenomena biner; hitam dan putih. Apalagi, seperti ditulis Merlyna, dalam kasus KPK, "si korban" bisa dengan mudah diasosiasikan sebagai "kita" orang- orang biasa.

Jika kasus MKD dianalisis dalam perspektif serupa, publik sulit mencari siapa yang jadi korban untuk dibela dan siapa pelaku yang harus dilawan karena banyak narasi muncul.

Sebagian besar netizen memang menilai Novanto melanggar etika, tetapi siapa yang menjadi korbannya?

Jika Presiden dan Wapres ditempatkan sebagai "korban", tak mudah mengasosiasikannya sebagai "kita" dan kemudian perlu dibela. Ini karena Presiden dan Wapres dinilai publik punya kekuasaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

KPK Ungkap Modus Dugaan Korupsi Bansos Presiden, Kualitas Dikurangi

Nasional
Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Tiba di Pearl Harbor, KRI Raden Eddy Martadinata-331 Akan Latihan dengan Puluhan Kapal Perang Dunia

Nasional
PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

PKS Pastikan Sudah Komunikasi dengan Anies Sebelum Memasangkannya dengan Sohibul Iman

Nasional
Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Jokowi Sebut Surplus Panen Padi di Kotawaringin Timur Akan Dibawa ke IKN

Nasional
Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Hari Anti Narkotika Internasional, Mengadopsi Kebijakan Berbasis Ilmiah

Nasional
Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek 'Ekor Jas'

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek "Ekor Jas"

Nasional
Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com