JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Syarifudin Sudding, menilai, ada upaya mengulur-ulur waktu penanganan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.
Sudding khawatir langkah MKD yang lambat ini akan kalah dengan langkah Kejaksaan Agung yang juga mengusut kasus itu dengan sangkaan pemufakatan jahat.
Padahal, MKD lebih dulu mengusut dugaan pelanggaran etika Novanto. (Baca: Dulu Memaafkan, Kenapa Sekarang Setya Novanto Laporkan Sudirman Said ke Polisi?)
"Bagaimana nanti malunya MKD kalau kejaksaan duluan yang tiba-tiba menetapkan Setya Novanto tersangka," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Rekaman yang diperiksa juga harus rekaman asli di ponsel yang digunakan Maroef untuk merekam. Sementara itu, ponsel tersebut sudah disita oleh Kejagung sebagai barang bukti.
MKD rencananya baru akan mendatangi Kejagung untuk meminjam ponsel Maroef pada Kamis siang ini. (Baca: Jokowi Marah Namanya Dicatut, Elite PDI-P Justru Serang Bos Freeport)
"Menurut saya tak perlu audit forensik. Bagi saya, ini sudah terang benderang," ucap Sudding.
Menurut politisi Partai Hanura ini, yang paling penting adalah bahwa Maroef sudah mengakui bahwa dia yang merekam pertemuan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015 itu. (Baca: Politisi PDI-P: Kemarahan Presiden Kode Keras untuk Polri dan Kejaksaan)
Maroef juga sudah mengakui bahwa ada upaya dari Riza yang mendampingi Novanto untuk meminta saham Freeport dengan mengatasnamakan Jokowi-JK.
"Rekaman berbeda dengan sadapan. Sepanjang orang yang merekam mengakui rekaman itu, maka itu bisa jadi alat bukti," kata Sudding. (Baca: Kapolri Mengaku Sulit Jemput Paksa Riza Chalid di Luar Negeri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.