Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudding: Malunya MKD kalau Kejagung Duluan Tetapkan Novanto Tersangka

Kompas.com - 10/12/2015, 11:07 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Syarifudin Sudding, menilai, ada upaya mengulur-ulur waktu penanganan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

Sudding khawatir langkah MKD yang lambat ini akan kalah dengan langkah Kejaksaan Agung yang juga mengusut kasus itu dengan sangkaan pemufakatan jahat.

Padahal, MKD lebih dulu mengusut dugaan pelanggaran etika Novanto. (Baca: Dulu Memaafkan, Kenapa Sekarang Setya Novanto Laporkan Sudirman Said ke Polisi?)

"Bagaimana nanti malunya MKD kalau kejaksaan duluan yang tiba-tiba menetapkan Setya Novanto tersangka," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2015).

KOMPAS/ALIF ICHWAN Makhamah Kehormatan Dewan (MKD) memeriksa Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada sidang MKD, Jakarta, Senin (7/12/2015). Sidang berlangsung selama empat jam dan tertutup serta mendapat pengawalan ketat dari Pamdal DPR dan pihak kepolisian. Tampak Setya Novanto memberkan keterangan pers usai menjalani sidang.
Sudding menjelaskan, upaya mengulur-ulur waktu ini terlihat dari sejumlah anggota MKD yang ngotot agar rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin diperiksa terlebih dahulu di laboratorium forensik Mabes Polri.

Rekaman yang diperiksa juga harus rekaman asli di ponsel yang digunakan Maroef untuk merekam. Sementara itu, ponsel tersebut sudah disita oleh Kejagung sebagai barang bukti.

MKD rencananya baru akan mendatangi Kejagung untuk meminjam ponsel Maroef pada Kamis siang ini. (Baca: Jokowi Marah Namanya Dicatut, Elite PDI-P Justru Serang Bos Freeport)

"Menurut saya tak perlu audit forensik. Bagi saya, ini sudah terang benderang," ucap Sudding.

Menurut politisi Partai Hanura ini, yang paling penting adalah bahwa Maroef sudah mengakui bahwa dia yang merekam pertemuan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015 itu. (Baca: Politisi PDI-P: Kemarahan Presiden Kode Keras untuk Polri dan Kejaksaan)

Maroef juga sudah mengakui bahwa ada upaya dari Riza yang mendampingi Novanto untuk meminta saham Freeport dengan mengatasnamakan Jokowi-JK.

"Rekaman berbeda dengan sadapan. Sepanjang orang yang merekam mengakui rekaman itu, maka itu bisa jadi alat bukti," kata Sudding. (Baca: Kapolri Mengaku Sulit Jemput Paksa Riza Chalid di Luar Negeri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com