Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P: Setahu Saya Bu Mega Tak Pernah Memaki-maki Jokowi

Kompas.com - 06/12/2015, 14:08 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, Megawati Soekarnoputri tak pernah memaki-maki Presiden Joko Widodo karena menolak Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri.

Hal tersebut disampaikan Hasto menanggapi rekaman perbincangan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Dalam rekaman tersebut, Novanto mengaku ditelepon Megawati untuk menyukseskan uji kelayakan dan kepatutan Budi sebagai kepala Polri.

Namun, setelah Budi sukses melewati uji kelayakan dan kepatutan itu, Jokowi justru batal melantik Budi karena dia sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Riza pun menyambung pembicaraan bahwa karena penolakan tersebut, Megawati memaki-maki Jokowi di Solo.

"Sepengetahuan saya tidak pernah yang namanya ibu Mega melakukan seperti yang dituduhkan itu. Beliau jalankan prinsip kenegarawanan dan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," kata Hasto di Jakarta, Minggu (6/12/2015).

Namun, Hasto mengaku PDI-P tidak terlalu memikirkan penyebutan nama Megawati dalam rekaman tersebut. Terlebih lagi, rekaman yang diambil oleh Maroef itu belum tentu benar secara materi maupun aspek legalitasnya.

Menurut dia, PDI-P lebih memilih untuk mengikuti proses yang berjalan di Mahkamah Kehormatan Dewan terkait Novanto yang diduga meminta saham PT Freeport dengan mencatut nama Jokowi-JK.

"Mari kita percayakan ke MKD. Jangan biarkan bangsa ini terpecah belah secara sepihak yang belum tentu juga dari aspek legalitasnya bisa diterima kita semua," ucap dia.

Berikut petikan percakapan dalam rekaman yang menyebut Megawati marah ke Jokowi karena menolak Budi Gunawan:

SN (Setya Novanto): Pengalaman yang betul-betul saya mengalami bersama-sama Pak ini, bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut, untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli Pak. Bagaimana itu kita berusaha supaya Budi, karena Ibu Mega yang call, yang telpon.

MR (Muhammad Riza Chalid): Di Solo ada… ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka. Dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu pilpres, kita mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com