JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah anggota majelis Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mencecar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin soal tindakannya merekam percakapan dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid yang dianggap ilegal.
Sebenarnya, sebagian anggota sudah mempermasalahkan legalitas rekaman ini sejak lama. Namun, baru pada sidang hari ini mereka bisa langsung mengonfirmasinya kepada Maroef.
"Anda tahu tidak merekam ini ilegal?" kata anggota MKD dari PDI-P, Marsiaman Saragih. (Baca: Bos Freeport Akui Merekam Pertemuan dengan Novanto-Riza karena Khawatir)
"Merekam sama dengan kita mencatat. Saya tidak menyembunyikan rekaman itu. Saya taruh di atas meja," jawab Maroef.
"Tapi Anda tidak beri tahu kan kalau merekam?" cecar Marsiaman lagi. (Baca: Ini Transkrip Lengkap Rekaman Kasus Setya Novanto)
"Betul, tidak," jawab Maroef.
Marsiaman pun menegaskan kembali bahwa merekam diam-diam adalah pelanggaran terhadap undang-undang (UU). Namun, dia tidak menyebutkan UU yang dilanggar.
"Kalau merekam harus ditanya ke yang bersangkutan, atau harus seizin ketua pengadilan," kata Marsiaman.
Atas cecaran Marsiaman itu, Maroef menyatakan, dirinya menyerahkan penentuan hal tersebut kepada penegak hukum. Hari ini, Maroef juga sudah diperiksa oleh Kejaksaan Agung.
Selain Marsiaman, anggota MKD dari Demokrat, Darizal Basir dan Guntur Sansono, juga mencecar Maroef dengan pertanyaan serupa. (Baca: Ahli Hukum Pidana: Perekam Pembicaraan Ketua DPR soal Freeport Tak Bisa Dipidana)
Guntur bahkan mengutip salah satu Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut pasal itu, salah satu kegiatan penyadapan adalah merekam.
Namun, perekaman itu juga harus harus dilakukan dari transmisi Informasi Elektronik 20 dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
"Kesimpulan kami, tindakan penyadapan Anda itu ilegal," kata Guntur.
Rekaman antara Novanto, Riza, dan Maroef itu sudah diputar oleh MKD saat Menteri ESDM Sudirman Said dihadirkan sebagai pelapor.
Dalam rekaman itulah Novanto, yang dibantu Riza, diduga meminta saham kepada PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Bukan pidana
Meski anggota MKD berkali-kali mempersoalkan legalitas rekaman tersebut, ternyata mereka keliru membaca undang-undang.
Ahli hukum pidana, Chairul Huda, mengatakan, orang yang merekam pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto dengan pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin tidak dapat dikenai sanksi pidana.
"Dalam hal ini, tidak bisa rekaman itu dibawa ke ranah pidana. Undang-undang tidak melarang merekam pembicaraan," ujar Chairul saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/11/2015).
Chairul mengatakan, sanksi pidana dapat dikenakan apabila rekaman tersebut adalah penyadapan yang dilakukan menggunakan sarana komunikasi.
Misalnya, rekaman itu didapat dari pembicaraan orang lain di telepon, lalu hasil penyadapan dibuat dalam bentuk rekaman.
"Penyadapan dan merekam pembicaraan itu memang satu napas, tetapi merekam langsung itu bukan delik pidana. Ini sama seperti wartawan yang merekam pembicaraan narasumbernya," kata Chairul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.