JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyarankan agar sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bagi Ketua DPR Setya Novanto dilakukan secara terbuka. Hal itu untuk memastikan prinsip keterbukaan.
"Kalau bisa, sidang MKD dilakukan transparan, terbuka, dan akuntabel sehingga orang bisa menguji secara sahih dan bisa dipertanggungjawabkan," ujar Haedar saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Menurut Haedar, jika sidang etik dilakukan secara tertutup, publik akan mempertanyakan hasil sidang, apalagi jika hasilnya di luar ekspektasi publik. Sebab, masalah yang menimpa Novanto telah menjadi sorotan publik.
"Inilah pelajaran terakhir bagi tokoh bangsa agar tidak membuat semua pihak saling curiga," kata Haedar. (Baca: Ketua MKD: Fraksi Tak Boleh Intervensi Kasus Setya Novanto)
MKD sebelumnya dikritik ketika menangani kasus Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon terkait kehadiran dalam kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Saat mengusut kasus itu, MKD kesulitan memanggil keduanya.
Sejumlah pimpinan dan anggota MKD akhirnya menjemput bola dengan mendatangi keduanya, tanpa diketahui oleh sejumlah pimpinan dan anggota MKD lainnya. (Baca: Diam-diam, MKD Sudah Periksa Setya Novanto-Fadli Zon pada Pekan Lalu)
Setelah melakukan pemeriksaan diam-diam itu, MKD menjatuhkan sanksi berupa teguran. (Baca: MKD Putuskan Novanto-Fadli Langgar Kode Etik Ringan)
Hari ini, MKD menggelar rapat internal terkait kasus yang diadukan Menteri ESDM Sudirman Said.
Dalam laporannya ke MKD, Senin (16/11/2015) lalu, Sudirman menyebut Setya Novanto meminta saham kepada Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.