JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memprediksi bahwa kinerja pemerintah dalam setahun pertama tidak mampu memuaskan semua pihak. Menurut Kalla, tahun-tahun awal pemerintahan merupakan waktunya untuk menyusun kebijakan yang mungkin tidak disukai semua pihak seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Pasti akan protes, seperti itu. Begitu juga situasi ekonomi yang di luar kendali kita karena masalah luar, tentu kita tidak bisa memuaskan orang. Bahwa ada ketidakpuasan, pasti terjadi," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (201/10/2015).
Sejak awal, lanjut Kalla, kemungkinan adanya ketidakpuasan akan kinerja pemerintah ini sudah menjadi perhatian pemerintah.
(Baca: Kinerja Pemerintah Dinilai Kurang Memuaskan, Ini Komentar Istana)
Kendati demikian, menurut Kalla, prediksi akan kemungkinan ketidakpuasan masyarakat ini bukan berarti menjadikan pemerintah mengubah kebijakan yang telah disusun.
Wapres juga mengklaim sejumlah keberhasilan yang dicapai pemerintah selama setahun ini. Terkait bidang politik, menurut dia, pemerintah berhasil menciptakan iklim politik yang stabil.
Demikian juga dengan situasi keamanan yang diklaim Kalla relatif baik. (baca: Setahun Memimpin, Jokowi Sebut Ini Tahun yang Pahit)
"Kalau kita bicara tentang keamanan, relatif baik, tidak seperti dibandingkan dengan banyak negara. Sosial juga saya kira, ya mungkin ada letupan-letupan satu, dua, tetapi umumnya itu berjalan baik, tenanglah umumnya," ujar Kalla.
Hanya, Kalla mengakui bahwa situasi ekonomi dalam negeri tidak semulus bidang lainnya. Hal ini tidak terlepas dari pelemahan perekonomian global yang terjadi.
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah perlu meningkatkan pembangunan infrastruktur dan mendorong perdagangan.
Berdasarkan hasil survei Poltracking Indonesia, terdapat 48,63 persen responden yang menyatakan tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi. Responden yang menyatakan puas sekitar 45 persen.
(Baca: Survei Poltracking: 48,6 Persen Responden Tak Puas Kinerja Jokowi)
Ketidakpuasan responden mengacu pada gagalnya pemerintah menjaga stabilitas rupiah (68,84 persen), gagal menjaga stabilitas harga sembako (68,63 persen), gagal mengurangi pengangguran (63,37 persen), dan belum berhasil mengurangi kemiskinan (61,26 persen).
(Baca: Survei Poltracking: Elektabilitas Jokowi Merosot di Bawah Prabowo)