JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, menyesalkan pemberian sanksi teguran dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Dia menilai, sanksi tersebut tak sebanding dengan kehadiran keduanya dalam kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (Baca: MKD Putuskan Novanto-Fadli Langgar Kode Etik Ringan)
Adian membandingkan kasus ini dengan kasus anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Krisna Mukti, yang dilaporkan ke MKD karena dugaan menelantarkan istri. MKD memberikan teguran kepada Krisna.
Hukuman sama antara yang didapat Krisna dan Novanto-Fadli, menurut Adian, telah menunjukkan ketidakadilan.
"Karena ini bukan sekadar tanggung jawab suami kepada istri, melainkan tanggung jawab pimpinan DPR kepada rakyat dan negara," kata Adian dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2015).
Kehadiran pimpinan DPR dalam kampanye Donald Trump, kata dia, sama artinya dengan membawa 560 anggota DPR RI hadir ke sana. Ketika 560 anggota DPR hadir, kata dia, berarti 260 juta rakyat ikut hadir. (Baca: Junimart Ingin Novanto-Fadli Dicopot sebagai Pimpinan DPR)
Kehadiran mereka dalam kampanye Donald Trump itu, lanjut dia, bisa dipandang bahwa pimpinan DPR memiliki loyalitas ganda, yaitu loyalitas pada NKRI dan loyalitas pada Amerika Serikat.
"Loyalitas ganda bukan saja pelanggaran kode etik, melainkan pelanggaran sumpah jabatan," kata salah satu pelapor Novanto-Fadli ke MKD ini.
Adian menambahkan, sanksi yang akan diberikan sejak awal sudah terlihat sebagai sanksi yang paling ringan karena adanya intervensi yang sangat kuat. (Baca: Meski Merasa Tak Salah Bertemu Trump, Fadli Zon Hargai Teguran MKD)
Hal itu bisa terlihat dari bergantinya ketua tim penyelidikan, pelarangan sekjen DPR menghadiri panggilan MKD, ketidakhadiran pimpinan DPR sebanyak 3 kali, pemanggilan pimpinan DPR secara sembunyi-sembunyi, dan saling kecam antara pimpinan DPR dan unsur pimpinan MKD.
Adian mengatakan, terlepas dari proses yang penuh kejanggalan dan intervensi, keputusan MKD yang memberi sanksi teguran kepada pimpinan DPR telah menjadi lonceng matinya kehormatan DPR RI, baik di mata rakyat maupun di mata dunia internasional.
"Berikut hari jangan salahkan siapa-siapa jika DPR akan menjadi institusi tanpa kehormatan, tanpa harga diri yang akan menjadi olok-olok dan tertawaan," kata Adian.
"Ketika itu terjadi, baiknya kita tidak marah pada yang mengolok-olok, tetapi ingatlah keputusan MKD dalam kasus pimpinan DPR, keputusan yang menjaga kehormatan pimpinan, tetapi membunuh kehormatan institusi DPR," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.