Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPR Akan Dengarkan Petisi "Jangan Bunuh KPK"

Kompas.com - 09/10/2015, 12:06 WIB
Dylan Aprialdo Rachman

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan, mengatakan bahwa DPR akan menerima berbagai macam aspirasi masyarakat terkait dengan keberadaan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). DPR juga akan mempertimbangkan aspirasi dari netizen yang mengajukan petisi "Jangan Bunuh KPK" lewat situs change.org/janganbunuhkpk.

"Ya, artinya segala sesuatu apa pun kita dengarkan, ini kan UU KPK juga untuk masyarakat. DPR representasi masyarakat. Jadi proses pembahasan uu harus mendapat persetujuan bersama kan," ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Taufik menjamin bahwa proses revisi UU KPK nantinya akan berlangsung secara terbuka sehingga masyarakat bisa melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap revisi tersebut. Politisi Partai Amanat Nasional itu menilai bahwa aspirasi masyarakat lewat petisi online itu akan menjadi bahan pertimbangan agar revisi UU KPK bisa diarahkan untuk penyempurnaan dan penguatan KPK sebagai lembaga penegak hukum.

"Kita dengarkan kok aspirasi masyarakat. Jadi sepanjang itu untuk penguatan dan penyempurnaan KPK untuk kepentingan masyarakat, itu akan menjadi pertimbangan kami," kata dia.

Taufik berpendapat bahwa masih terlalu dini untuk meributkan substansi dalam perubahan UU KPK. Hal itu karena perancangan revisi tersebut masih harus menunggu kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Ia juga meminta agar semua pihak saling menghormati pendapat satu sama lain terkait revisi ini, karena hal tersebut merupakan bentuk kekayaan demokrasi.

"Jadi sudah jangan disederhanakan ini hanya sekadar menerima dan menolak. Harus ada reasoning yang kuat. Proses UU kan harus mendapat persetujuan dari DPR dan pemerintah,” ujar dia.

Petisi

Penolakan terhadap rencana DPR mengajukan revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituangkan dalam bentuk petisi "Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK", Kamis (8/10/2015). Petisi ini diprakarsai oleh Suryo Bagus melalui situs change.org.

Hingga pukul 10.10 WIB, Jumat (9/10/2015), petisi tersebut telah ditandatangani oleh 27.577 pendukung. Melalui petisi tersebut, masyarakat menyurati Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR untuk menolak usulan revisi UU KPK dan mencabut revisi tersebut dari Program Legislasi Nasional.

"Langkah yang dilakukan KPK tentu tidak disukai oleh para koruptor dan para pendukungnya. Mereka terus melakukan berbagai cara untuk membunuh KPK atau setidaknya melemahkan KPK. Kini KPK kembali terancam dilemahkan lewat Revisi Undang-Undang KPK (RUU KPK) yang akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," demikian kutipan petisi itu.

Adapun sejumlah hal yang disorot oleh petisi tersebut yang dianggap membunuh KPK dan mematikan upaya pemberantasan korupsi. Pertama, dengan membatasi umur KPK hanya sampai 12 tahun. Menurut petisi tersebut, ketentuan itu hanya akan mematikan KPK secara perlahan.

Kedua, dalam draf revisi UU KPK ada upaya mengurangi kewenangan penindakan dan menghapus upaya penuntutan KPK. Kewenangan KPK dibatasi hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi. KPK juga hanya boleh menangani kasus yang nilai kerugian negaranya di atas Rp 50 Miliar. Begitu pula dengan kewenangan penyadapan dan penyitaan, KPK harus mendapat izin ketua Pengadilan Negeri.

Tak hanya itu, petisi itu juga menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang biasa dilakukan KPK mustahil diterapkan lagi di masa mendatang. Kewenangan penuntutan oleh KPK juga dihapus. Artinya, KPK tidak boleh lagi menuntut perkara korupsi. Padahal, hingga saat ini, dari ratusan koruptor yang diproses, belum ada satu pun yang lolos dari tuntutan KPK dan dihukum setimpal.

Ketiga, petisi tersebut menyebutkan bahwa ada upaya mengubah KPK menjadi Komisi Pencegahan Korupsi, bukan lagi Komisi Pemberantasan Korupsi karena mendorong KPK lebih memprioritaskan aspek pencegahan. Dalam petisi itu dijelaskan, revisi UU KPK belum penting dilakukan. Seharusnya, DPR fokus menyelesaikan tunggakan perumusan legislasi. Adapun tuntutan dalam petisi tersebut diantaranya adalah menuntut Ketua DPR RI untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK dan mencabut revisi tersebut dari rencana legislasi DPR. Kedua, Presiden Jokowi harus menolak secara tegas usulan revisi UU KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com