Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Megawati Bicara soal KPK...

Kompas.com - 09/10/2015, 10:03 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Kita harus memberhentikan yang namanya korupsi sehingga KPK yang sebetulnya bersifat ad hoc ini sementara saja, dapat diselesaikan, dapat dibubarkan," kata Ketua Umum DPP PDI-P Megawati, Selasa (18/8/2015) silam.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Megawati saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Kebangsaan dalam rangka memperingati Hari Konstitusi dengan tema "Mengkaji Sistem Ketatanegaraan: Apakah Sudah Baik?" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Menurut Megawati, setiap lembaga ad hoc seharusnya dibubarkan ketika sudah selesai menjalankan tugas.

"Kalau sekarang terus putar-putar korupsi terus, sampai kapan, ya? Sampai kapan yang namanya KPK?" ujar sosok ke-5 dalam jajaran presiden RI ini.

Dua belas tahun

Saat itu, tidak ada yang bisa menebak kapan korupsi bisa sepenuhnya hilang dari Indonesia sehingga KPK bisa dibubarkan sesuai harapan Megawati. Dua bulan kemudian, PDI-P menjadi motor pengusul revisi UU KPK yang salah satunya mengenai masa kerja KPK yang hanya 12 tahun sejak UU berlaku.

Menurut Pasal 5 draf revisi UU KPK, "Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan".

Sejumlah elite PDI-P mempunyai alasan yang berbeda-beda terkait hitung-hitungan 12 tahun ini. Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto menjelaskan bahwa KPK telah berdiri sejak 2002, dan saat ini sudah berusia 13 tahun.

Oleh karena itu, PDI-P memberi kesempatan KPK untuk berusia 12 tahun lagi sehingga usia totalnya 25 tahun. Usia itu sama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Usia 25 tahun, menurut dia, sama dengan lima kali Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) saat zaman Presiden Soeharto dulu.

"Lima kali Repelita itu artinya sudah harus take off, tinggal landas," katanya.

Sementara itu, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, waktu 12 tahun sudah cukup bagi KPK untuk mencapai indeks persepsi korupsi yang sesuai target. Hasto bahkan menyebut negara bisa dianggap gagal jika indeks persepsi korupsi Indonesia dalam waktu 12 tahun tidak bisa sejajar dengan negara maju lainnya, seperti Singapura.

"Intinya adalah bahwa kita sudah terlalu muak dengan persoalan korupsi, masa kita enggak bisa selesaikan dalam waktu 12 tahun," katanya.

Sependapat dengan Megawati, baik Bambang maupun Hasto mengatakan, KPK tidak bisa berdiri selamanya karena merupakan lembaga yang bersifat ad hoc.

Kewenangan KPK

Selain umur KPK yang dibatasi 12 tahun lagi, poin-poin lainnya juga menjadi sorotan dalam draf revisi UU KPK. Di antaranya, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara dengan nilai kerugian negara di bawah Rp 50 miliar.

Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan untuk dihilangkan. Ada juga usulan agar penyadapan yang dilakukan oleh KPK dilakukan dengan izin pengadilan.

Fraksi PDI-P memang tidak sendirian mengusulkan revisi UU KPK. Sejumlah anggota dari Fraksi Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB juga turut menjadi pengusul. Namun, sejumlah pengusul dari lima fraksi lainnya mengaku tidak mengetahui pasal-pasal apa saja yang akan direvisi.

Mereka menandatangani usulan karena ingin revisi UU KPK masuk prolegnas prioritas 2015. Akan tetapi, mereka belum membahas dan mengetahui isi pasal per pasal. Hanya Fraksi PDI-P yang mengaku sudah mengetahui dan mendukung penuh pasal-pasal yang akan diubah atau ditambahkan dalam draf usulan revisi UU KPK ini.

PDI-P juga menyatakan bahwa revisi UU KPK ini merupakan sikap resmi partai, bukan sekadar inisiatif anggota. (Baca: Hanya PDI-P yang Paham dan Dukung Penuh Isi Draf RUU KPK)

"PDI Perjuangan kan harus tegak lurus. Kalau perintah komandannya, pimpinannya, A, maka kita A semua. Kalau B, ya B semua," kata Bambang Wuryanto.

Namun, saat ditanya apakah pimpinan yang dimaksud adalah Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, Bambang enggan menjawabnya.

"Ini perintah partai. Kami sepakat. Kalau A, ya A semua," kata dia.

Senada dengan Bambang, Hasto Kristiyanto juga enggan menjawab apakah revisi ini merupakan instruksi langsung dari Megawati. Ia hanya mengatakan bahwa Fraksi PDI-P di DPR menjalankan fungsi legislasi sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan bukan berdasarkan arahan seseorang.

Berhati-hati

Namun, Megawati sempat berpesan kepada Fraksi PDI-P agar berhati-hati saat merevisi UU KPK ini. Hal tersebut disampaikan Megawati saat membuka rapat koordinasi Fraksi PDI-P, yang dihadiri semua anggota fraksi dan beberapa menteri dari PDI-P, di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2015) lalu.

"Kita diminta berhati-hati sekali tentang revisi Undang-Undang KPK," ujar Bambang Wuryanto saat itu.

Dalam pertemuan itu, Megawati juga mengingatkan para kader PDI-P agar tidak terjerat kasus korupsi. Megawati mengaku sedih saat ada kader PDI-P yang terjerat kasus korupsi.

"Ibu (Megawati) paling khawatir kalau ada anggota PDI-P yang kena kasus korupsi. Itu yang paling Ibu takutkan. Ibu pesannya ya seperti itu," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com