Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P: Revisi UU KPK Merupakan Hasil Kesepakatan dengan Pemerintah

Kompas.com - 08/10/2015, 20:20 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi berawal dari kesepakatan Parlemen dengan Pemerintah. Menurut dia, baik DPR maupun Pemerintah menilai perlu melakukan perbaikan-perbaikan dalam UU KPK.

"Ya dari situ lah proses itu berasal sehingga kalau kita lihat dari politik legislasi, memang sejak awal itu dimasukkan (prolegnas) dan sudah menjadi kesepakatan bersama antara DPR dengan Pemerintah, maka kami kemudian menjalankan hal tersebut," kata Hasto di Jakarta, Kamis (8/10/2015).

Atas dasar itu, Fraksi PDI-P di DPR mendukung revisi UU KPK. Hasto menyampaikan bahwa partainya menilai perlu dilakukan perbaikan terkait UU KPK misalnya yang berkaitan dengan diperlukannya suatu lembaga permanen yang bertugas mengawasi kinerja KPK. Selama ini, menurut Hasto, KPK belum terbeas dari kepentingan-kepentingan politik.

"Misalnya terkait kecenderungan terhadap kewenangan yang begitu besar. Ternyata ada pimpinan yang tidak memiliki sikap kenegarawanan sehingga masih belum bisa melepaskan diri dari kepentingan politik di luarnya. Kita melihat bocornya sprindik Anas Urbaningrum, kemudian persoalan kasus-kasus besar yang ditangani KPK, terkait dengan Century misalnya, terkait Hambalang, terkait persoalan mafia migas, mafia perpajakan, itu ternyata membuka ada sebuah pertarungan kepentingan di sana sehingga diperlukan lah adanya semacam pengawas," papar Hasto.

Bukan hanya itu, Ia menyampaikan bahwa PDI-P menilai perlu adanya mekanisme SP3 atau pemberhentian pengusutan suatu kasus di KPK. Ia menilai SP3 diperlukan sebagai instrumen yang mengakomodasi kemungkinan adanya kesalahan yang dilakukan penegak hukum.

"Bahkan ketika Bambang Widjojanto diproses terkait persoalan yang sedang berjalan, Beliau pun meminta adanya SP3, diperlukan katakanlah ada yang mengusulkan deponering dan sebagainya sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan bahwa mekanisme seperti itu instrumen karena kita melihat dimungkinkan secara manusiawi penegak hukum bisa salah," kata Hasto.

Ia bahkan menilai tujuan pembentukan KPK agar bangsa ini terbebas dari korupsi belum juga tercapai. Hasto mengatakan bahwa korupsi sekarang ini justru semakin masif.

"Tentu saja ada proses koreksi yang kita jalankan bersama yang akhirnya dari satu evaluasi kritis kami pentingnya sinergi antar lembaga penegak hukum bahwa KPK enggak bisa berdiri sendirian, KPK harus bekerja sama dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan, lembaga peradilan, membangun kode etik bersama bagaimana bekerja sama mengatasi," sambung dia.

Hal lain yang menurut PDI-P perlu diperbaiki adalah mekanisme penyadapan di KPK. Meskipun mendukung revisi UU KPK, Hasto mengklaim bahwa partainya mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Sejauh ini, ada 15 anggota Fraksi PDI-P yang mengusulkan revisi UU KPK saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015). Selain dari Fraksi PDI-P, ada lima fraksi lain yang mengusulkan revisi ini, yakni Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar. 

Saat ditanya apakah ada arahan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk memperjuangan revisi UU KPK di DPR, Hasto enggan menjawab tegas. Ia hanya mengatakan bahwa fraksi PDI-P di DPR menjalankan fungsi legislasi sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan bukan berdasarkan arahan seseorang.

"Dalam konteks seperti ini intinya bahwa PDI-P sebagai parpol memang melihat adanya perubahan-perubahan yang harus dijalankan karena situasional juga harus ada perbaikan," ucap Hasto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com