Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Dalami Rekam Jejak Capim KPK

Kompas.com - 03/09/2015, 15:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Hingga Rabu (2/9/2015), Dewan Perwakilan Rakyat masih belum menerima surat Presiden Joko Widodo terkait dengan delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sembari menunggu, fraksi-fraksi di DPR mulai mencari tahu rekam jejak calon dan melakukan lobi-lobi politik.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, mengatakan, DPR kini tinggal menunggu surat Presiden sebelum melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) KPK.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden memiliki waktu dua minggu sejak Selasa (1/9) lalu untuk menyampaikan kedelapan nama itu kepada DPR. Artinya, uji kelayakan dan kepatutan paling lambat baru akan dilakukan setelah 15 September mendatang.

"Kalau sudah diterima, surat itu akan dibacakan dalam rapat paripurna, ditindaklanjuti ke Badan Musyawarah (Bamus), dan melalui rapat Bamus akan diteruskan ke komisi terkait yang ditugaskan. Dalam hal ini, tentunya Komisi III," kata Taufik.

Panitia Seleksi Capim KPK telah menyerahkan delapan nama calon kepada Presiden pada Selasa (1/9). Kedelapan calon itu adalah Saut Situmorang, Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Surya Tjandra, Sujanarko, Johan Budi SP, dan Laode M Syarif. Nama-nama itu dikelompokkan ke dalam empat bidang, yaitu pencegahan, penindakan manajemen, serta supervisi, koordinasi, dan pemantauan (Kompas, 2/9).

Sementara itu, sejumlah fraksi di DPR saat ini mulai meneliti rekam jejak delapan capim KPK jilid IV tersebut. Penelitian dilakukan karena kebanyakan fraksi belum mengetahui riwayat mereka.

"Sekarang ini fraksi-fraksi masih 'gelap' karena nama-nama yang lolos itu kebanyakan nama baru," kata Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi III DPR Nasir Djamil.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Mulfachri Harahap menambahkan, dari delapan nama calon itu, dirinya hanya mengenal satu orang, yakni Johan Budi. Sementara tujuh lainnya belum diketahui karena belum pernah menduduki posisi atau jabatan strategis sehingga informasi tentang mereka terbatas.

Selain itu, fraksi-fraksi juga belum menerima catatan mengenai delapan calon tersebut, termasuk catatan yang mengindikasikan apakah mereka pernah/tidak pernah tersangkut kasus hukum.

DPR berharap pansel memberikan dokumentasi lengkap seluruh proses seleksi capim KPK kepada Presiden. Selanjutnya dokumen itu diserahkan kepada DPR sebagai bahan untuk mengetahui rekam jejak dan pertimbangan pansel menetapkan delapan capim KPK.

"Kami belum tahu benar bagaimana track record mereka," tutur Ketua Kelompok Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sarifuddin Sudding.

Ini membuat DPR kesulitan menilai kapasitas serta integritas calon. Untuk itu, sedari awal F-PAN mulai menelusuri rekam jejak para capim KPK. Langkah serupa dilakukan Fraksi Partai Golkar (F-PG).

Jago andalan

Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha mengatakan, meski nama-nama calon belum diterima DPR secara resmi, fraksinya sudah melakukan rapat untuk membahas delapan calon tersebut.

"Kami sudah punya pilihan tersendiri tentunya. Kami tidak menggunakan parameter yang dilakukan pansel," kata Tamliha.

Ia menambahkan, jagoan Fraksi PPP termasuk satu dari dua calon yang sudah diuji kelayakan dan kepatutan di DPR awal tahun lalu, yaitu satu antara Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata.
Busyro dan Robby merupakan hasil seleksi pansel bentukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ketika itu DPR menunda pemilihan. Pemilihan akan dilakukan bersama delapan calon yang lain.
content

Tiap fraksi, ujar Tamliha, saat ini sebenarnya telah memiliki pertimbangan dan jagoan masing-masing. Ia tidak memungkiri lobi politik mulai berlangsung di antara fraksi-fraksi di DPR.

"Memang belum mengerucut, tetapi saat ini tiap-tiap fraksi sudah punya jagoan sehingga lobi- lobi politik antarfraksi juga sudah mulai berjalan," kata Tamliha.

Terkait dengan delapan nama terakhir, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) mengapresiasi lolosnya seorang anggota Kepolisian Negara republik Indonesia, yakni Brigadir Jenderal (Pol) Basaria Panjaitan.

"Kami berharap satu anggota polisi itu bisa terpilih dan lolos menjadi pimpinan KPK," ujar anggota Komisi III dari F-PKB, Irmawan.

Menurut dia, keberadaan anggota kepolisian di KPK akan meredam ketegangan yang selama ini terjadi antara lembaga kepolisian dan KPK. Pasalnya, F-PKB meyakini bahwa Basaria bisa dijadikan mediator antara kepolisian dan KPK.

Sejumlah pertimbangan

Tamliha mengungkapkan, pihaknya memiliki beberapa pertimbangan dalam uji kelayakan dan kepatutan nanti, di antaranya latar belakang pengalaman calon di bidang hukum. Pihaknya akan memperdalam hal itu.

Senada dengan Tamliha, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Wenny Warouw, mengungkapkan, pengalaman di bidang hukum penting agar komisioner KPK ke depan menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan kaidah hukum acara pidana yang berlaku.

"Kami tidak akan mengikuti pembidangan empat fungsi pansel, tetapi kami akan menentukan ranking terbaik dan melihat dari ranking itu. Siapa yang tertinggi dari hasil uji kelayakan, dia yang lolos jadi pimpinan," kata Wenny.

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Nasdem Johnny G Plate mengatakan, fraksinya akan mencari calon yang bisa menyeimbangkan antara fungsi penindakan dan pencegahan. "Keduanya harus seimbang, tidak ada yang boleh menonjol. Bagaimanapun, tugas KPK adalah pencegahan serta penindakan," kata Johnny.
Jangan ada kompromi

Secara terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, kemarin, meminta pansel menginisiasi penandatanganan pakta integritas bagi semua capim KPK untuk tidak melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun, termasuk lobi-lobi politik dengan DPR, agar terpilih.

"Tujuannya, agar tidak ada kompromi politik yang dibangun dan menimbulkan konflik kepentingan ketika uji kelayakan dan kepatutan dilakukan," ujar Febri Hendri dari Indonesia Corruption Watch.

Menurut dia, keberadaan pakta integritas penting mengingat Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menengarai tiga dari delapan calon yang diloloskan pansel patut dipertanyakan integritasnya. "Terdapat tiga calon yang tidak tepat diloloskan karena integritas, komitmen anti korupsi, dan keberpihakannya terhadap eksistensi KPK diragukan. Mereka lolos karena pansel belum melakukan pendalaman rekam jejak secara komprehensif," kata Febri.

Dari wawancara tahap akhir di pansel beberapa waktu lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mencatat pernyataan tiga calon yang tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan eksistensi KPK. Pernyataan itu antara lain menyebut KPK hanya sebagai trigger mechanism dengan melimpahkan penyidikan kasus korupsi kepada kepolisian dan kejaksaan, tidak setuju dengan penyidik independen KPK, dan usulan agar KPK cukup menjadi pusat informasi perkara korupsi.

Catatan lain terkait dengan kekayaan yang janggal serta tak sesuai dengan profilnya. Ada juga kandidat yang memiliki rekam jejak pernah mengeluarkan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam perkara korupsi dengan menyatakan terdakwa tak bersalah meski akhirnya Mahkamah Agung menyatakan sebaliknya. (AGE/NTA/HRS/WER)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 September 2015, di halaman 4 dengan judul "DPR Dalami Rekam Jejak".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com