Presiden lebih banyak bicara tentang kemerosotan keadaban publik. Ia menyebut, sikap saling menghargai dan tenggang rasa dalam masyarakat dan institusi resmi, mulai dari lembaga penegak hukum, ormas, media massa, hingga partai politik, terus merosot.
Menurut Presiden, keadaan itu membuat Indonesia terjebak dalam lingkaran ego masing-masing yang akhirnya merugikan pembangunan, budaya kerja, dan karakter bangsa. ”Tanpa kesantunan politik, tata krama hukum dan ketatanegaraan, serta kedisiplinan ekonomi, kita akan kehilangan optimisme dan lamban mengatasi persoalan lain, termasuk tantangan ekonomi,” ujar Presiden.
Melalui ketiga pidatonya, Presiden mendorong kebangkitan kembali optimisme dengan kembali ke dasar fundamental ekonomi dan sosial bangsa Indonesia yang—menurut dia—masih kokoh.
Optimisme Presiden Jokowi perlu diapresiasi. Masalahnya, sejauh mana optimisme memiliki dasar dan alasan kuat? Jangan-jangan optimisme itu hanya ibarat "menggantang asap".
Hal ini terlihat dari komentar kalangan ahli dan pengamat yang menilai optimisme Presiden berlebihan. Itu berdasarkan kenyataan masih lambatnya kementerian dan lembaga (K/L) menyerap anggaran untuk realisasi pembangunan. Sampai akhir Juli 2015, penyerapan anggaran baru 32,8 persen dari yang ditargetkan APBN-P.
Sampai Presiden menyampaikan ketiga pidatonya, belum terlihat terobosan dari K/L yang memungkinkan akselerasi perbaikan keadaan ekonomi Indonesia yang disebut Presiden bakal menemukan momentum menjelang akhir tahun.
Oleh karena itu, sambil tetap berusaha keras dan berdoa agar keadaan Indonesia secara keseluruhan kembali membaik seperti optimisme Presiden, warga perlu meningkatkan kembali keadaban publik. Nilai dan perilaku semacam kesantunan, tata krama, dan solidaritas dapat mencegah Indonesia dalam doomed scenario seperti dikhawatirkan pengamat asing semacam Furnivall.
Azyumardi Azra
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; Penerima MIPI Awards 2014 untuk Kategori Pemerhati Pemerintahan dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Agustus 2015, di halaman 15 dengan judul "Kemerdekaan dan Persatuan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.