Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Ahli Waris Soeharto Tak Dibebani Bayar Ganti Rugi Rp 4,389 Triliun

Kompas.com - 12/08/2015, 11:53 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara keluarga Presiden kedua RI, Soeharto, Mohamad Assegaf, yakin bahwa ahli waris Soeharto tidak diwajibkan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 4,389 triliun atas putusan Mahkamah Agung dalam kasus penyelewengan dana beasiswa Supersemar.

Menurut Assegaf, berdasarkan informasi dari Juru Bicara MA, diketahui bahwa kewajiban membayar ganti rugi hanya dikenakan pada Yayasan Supersemar.

"Informasi pertama memang Soeharto beserta ahli waris dan Yayasan Supersemar. Setelah kemarin dikoreksi, ternyata hanya Yayasan Supersemar saja. Berarti Soeharto dan ahli waris tidak terbebani untuk membayar. Maka, yang terancam adalah Yayasan," ujar Assegaf kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2015).

Menurut Assegaf, beberapa pemberitaan media massa sebelumnya memang menyatakan bahwa ahli waris Soeharto termasuk sebagai pihak yang masuk dalam gugatan. Pasalnya, putusan yang diumumkan melalui situs resmi MA mencantumkan hal serupa. (Baca: Jaksa Agung Siap Eksekusi Putusan PK Terkait Supersemar)

Namun, dalam konferensi pers yang digelar MA pada Selasa (11/8/2015), Juru Bicara MA Suhadi mengatakan bahwa tergugat dalam perkara ini hanya Soeharto dan Yayasan Supersemar.

Adapun kewajiban untuk membayar ganti rugi hanya dikenakan pada Yayasan Supersemar. (Baca: Jubir MA Sebut Ganti Rugi Rp 4,389 Triliun oleh Yayasan Supersemar)

"Sejak kasus ini pertama masuk di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, sampai ke MA, memang ahli waris dibebaskan dari gugatan. Baru beberapa hari terakhir ini, sejak putusan MA, ahli waris jadi dilibatkan," kata Assegaf.

MA sebelumnya mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar. MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi. (Baca: MA Perbaiki Salah Ketik, Ahli Waris Soeharto Harus Bayar Rp 4,389 Triliun)

Pada 2010, MA memutuskan mantan Presiden Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis kasasi yang dipimpin Harifin A Tumpa dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto memutuskan mereka harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dollar AS (berasal dari 75 persen dari 420 juta dollar AS) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar).

Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tetapi Rp 139,2 juta alias kurang tiga angka nol.

Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

Nasional
Kelakar Airlangga Saat Ditanya Soal Duet Khofifah-Emil di Pilkada Jatim

Kelakar Airlangga Saat Ditanya Soal Duet Khofifah-Emil di Pilkada Jatim

Nasional
Resmikan Media Center Kementerian KP, Menteri Trenggono: Disiapkan Sebagai Bentuk Keterbukaan Informasi

Resmikan Media Center Kementerian KP, Menteri Trenggono: Disiapkan Sebagai Bentuk Keterbukaan Informasi

Nasional
Bahlil Ingin Beri Izin Ormas Kelola Tambang, GP Ansor: Ide Bagus

Bahlil Ingin Beri Izin Ormas Kelola Tambang, GP Ansor: Ide Bagus

Nasional
Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Nasional
Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Watimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rp 6,39 M, tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Nasional
PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Pertahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Pertahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com