JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah banyak menuai polemik di masyarakat, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Jaminan Hari Tua (JHT) belum juga direvisi pemerintah. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan akan mengubah aturan itu karena menyulitkan para buruh yang diputus kerja untuk mendapat tabungan hari tuanya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mengungkapkan, lamanya proses revisi itu lantaran PP JHT itu harus dibahas lintas kementerian dalam harmonisasinya.
"Kalau yang punya pertimbangan hanya aku sendiri, langsung selesai," kata Hanif di Istana Kepresidenan, Selasa (4/8/2015).
Hanif belum bisa memastikan kapan peraturan revisi itu akan dikeluarkan. Dia hanya menjelaskan bahwa revisi PP JHT nantinya akan mengakomodasi pekerja yang terkena PHK sehingga bisa mencairkan dana hari tuanya secepat mungkin.
Dalam aturan yang akan disiapkan pemerintah, pekerja yang berhenti dari pekerjaannya bisa langsung mencarikan dana JHT satu bulan pascaberhenti. Hal tersebut berbeda dengan aturan sebelum direvisi, di mana pemerintah menyamaratakan aturan pencairan sebagian baru bisa dilakukan pada tahun kesepuluh kepesertaan.
Dengan belum adanya revisi itu, maka PP JHT saat ini masih berlaku dan para buruh yang terkena PHK masih akan mengikuti aturan main yang berlaku dalam aturan tersebut. "Jadi nunggu revisi istilahnya," kata Hanif.
Penerbitan aturan baru tentang JHT dan program ketenagakerjaan lainnya itu sempat mengundang polemik di masyarakat. PP baru ditandatangani Presiden RI Joko Widodo tanggal 30 Juni 2015 dan berlaku mulai 1 Juli 2015.
Gelombang penolakan datang dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, baik melalui viral maupun turun ke jalan. Pada akhirnya, pemerintah pun berencana mengkaji ulang aturan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.