Meski demikian, keberadaan utusan khusus penyelesaian penetapan batas yang rumit dan kompleks ini perlu disikapi dengan bijak. Keseriusan RI menyelesaikan penetapan batas maritim ini akan sangat bergantung pada itikad baik Malaysia.
Perbedaan mendasar
Sampai sejauh ini masih terdapat perbedaan yang mendasar di kedua belah pihak. Di satu sisi, Peta 1979 yang digunakan Malaysia telah menuai protes dari Singapura, Brunei, Filipina, dan beberapa negara lain.
Hal yang kontroversi pada Peta 1979 adalah penggunaan metode garis pangkal lurus untuk penarikan garis batas maritim, padahal Malaysia tak berhak menggunakan metode itu sesuai UNCLOS 1982. Sebagai negara pantai, Malaysia seyogianya menggunakan garis pangkal biasa. Di sisi lain, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan sesuai UNCLOS 1982 dapat menarik garis pangkal kepulauan. Namun, kondisi ini masih belum diterima Malaysia, padahal Malaysia telah mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang Rezim Hukum Negara Nusantara/Negara Kepulauan tahun 1982.
Mencermati perkembangan itu, sejauh mana masing-masing pihak mau beranjak dari posisinya untuk mencapai suatu kesepakatan? Apakah waktu yang akan menentukan? Ataukah para utusan khusus dapat mencari opsi-opsi solusi komprehensif sebagai jalan keluar yang dapat disampaikan kepada kepala negara masing-masing.
Marilah kita terus menjaga harga mati NKRI dengan nasionalisme yang cerdas.
Eddy Pratomo
Utusan Khusus Presiden RI untuk Penetapan Batas Maritim 2014, 2006-2009, dan 2002-2004
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Juli 2015, di halaman 7 dengan judul "Nasionalisme dan Ambalat".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.