Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/07/2015, 19:23 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

KOMPAS.com — Lebaran yang jatuh pada Jumat, 17 Juli 2015, memang sudah lewat. Namun, suasananya masih terasa hingga hari ini. Lihatlah antrean kendaraan masih mengular di lereng Nagreg. Dengarlah deru ribuan kendaraan yang masih juga memekakkan simpang Jomin di Cikampek.

Sementara itu, mereka yang telah kembali ke Jakarta pun masih sibuk mengunjungi tetangga dan kerabat untuk bermaaf-maafan. Demikian juga mereka yang telah kembali bekerja, suasana bersalaman pun menjadi pembuka sebelum memulai pekerjaan di kantor.

Lebaran, Idul Fitri, bagi bangsa Indonesia memang seperti pesta raya untuk semua orang, termasuk umat agama di luar Islam. Semua bergembira, semua bersukacita. Yang tua, yang muda, anak-anak, orang dewasa, bergembira dalam lautan religius. Sebab, di sana, di balik kegembiraan itu, ada permintaan maaf sekaligus memaafkan, ada takbir yang menyeru dan memuja kebesaran Allah, Tuhan, seru seluruh alam.

Yang muda meminta maaf kepada yang lebih tua, anak-anak kembali ke pangkuan orangtuanya dengan segenap kecintaan. Itulah sebabnya, meski berjarak ratusan kilometer, kendati harus berdesak-desakan di jalanan ataupun di kendaraan, para pemudik dengan sabar dan ikhlas mencari kembali mata air kehidupan mereka bernama kampung halaman.

Itulah sebabnya, mereka yang masih memiliki orangtua, masih memiliki saudara-saudara yang lebih tua di kampung, rela bersusah payah demi bertemu kembali untuk sekadar meminta maaf dan menunjukkan darmabakti.

Kini Lebaran memang telah lewat, tetapi "pesta" belum usai benar. Saudara-saudara kita sebagian masih berada di kampung halaman. Sebagian lainnya sedang bersusah payah mengarungi angkasa, lautan, atau daratan untuk menuju kembali ke tanah harapan.

Sebagian lainnya ada yang sedang melaksanakan puasa sunah Syawal selama enam hari. Nah, untuk merayakan berakhirnya puasa sunah enam hari itu, warga di beberapa daerah biasanya melangsungkan Bada Kupat, Kupatan, atau Lebaran Ketupat.

Hari raya Kupatan konon berasal dari bahasa Arab yang artinya sempurna atau menyeluruh. Maksudnya, orang Islam yang telah berpuasa sebulan penuh dan usai merayakan Idul Fitri, selang satu hari, dilanjutkan puasa sunah enam Syawal. Pada hari kedelapan, mereka yang telah berpuasa 30 hari, dan 6 hari puasa Syawal, telah beroleh kesempurnaan dan ditutup dengan Lebaran Ketupat.

Tradisi ini sangat terasa jika kita berada di Kota Kudus, Jepara, Pati, Demak, Kendal, dan beberapa daerah, terutama di pantura. Pada lebaran Kupatan itu, sebagian masyarakat Kudus, Jepara, dan sekitar merayakannya dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, misalnya Bulusan di Kudus, serta Pantai Kartini dan Bandengan di Jepara. Tempat tersebut sampai sekarang masih menjadi tempat favorit untuk menghabiskan hari raya Kupatan.

Bulusan Kudus oleh sebagian orang dipercaya sebagai tempat ritual pemandian dengan harapan mendapatkan jodoh bagi muda-mudi. Bulusan, menurut cerita rakyat, merupakan tempat Sunan Muria kali pertama mengeluarkan fatwa (sabda/dhawuh): jeg kula wonten mriki sampun wonten. Kata-kata inilah yang konon menjadi nama daerah Jekulo (sekarang nama kecamatan dan desa di Kabupaten Kudus).

Tentu, sedemikian banyak yang telah dikorbankan dalam perayaan ini. Biaya, waktu, tenaga, pikiran, dan juga perasaan. Untuk biaya, bagi mereka yang harus naik bus untuk mudik jurusan Jakarta-Semarang saja per orang harus menguras kocek untuk dana di atas Rp 300.000. Silakan dihitung jika mudik sekeluarga dengan dua anak. Untuk waktu, jangan ditanya berapa jam yang terlewatkan di jalan sebelum dan sesudah Lebaran. Untuk tenaga, mereka yang mudik pasti baru merasa betapa penatnya setelah mereka sampai kembali ke rumah mereka sendiri. Demikian juga untuk urusan perasaan, setelah lama tak berkumpul dengan saudara-saudara, mau tak mau kita juga harus meluaskan kesabaran dan pengertian terhadap sikap-sikap saudara kita yang mungkin telah membuat kita kesal.

Moga-moga, semua yang telah kita korbankan tersebut akan berbuah manfaat buat diri kita, saudara-saudara kita, juga sesama. Setidaknya, melalui perayaan Lebaran, kita diajarkan untuk tidak hanya memikirkan diri kita sendiri, terhindar dari sifat kikir, dan tentu pula mengaplikasikan makna kasih sayang yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ya ya, selama perayaan besar ini, berkah sedemikian melimpah. Di sepanjang jalan mudik, di samping deretan warung makan tiban, begitu banyak juga rumah pribadi yang menyewakan toilet atau kamar mandi serta tempat untuk shalat dan istirahat. Demikian juga masjid-masjid dan mushala, yang tak pernah sepi dari mereka yang beribadah dan beristirahat.

Lebaran seharusnya memang menjadi ladang berkah, dan mereka yang telah berpuasa sebulan penuh beroleh hikmah dan menuai berkah berupa kebajikan laku dan pekerti. Itulah soalnya, agak janggal rasanya ketika kita mendengar kabar bahwa di beberapa tempat justru berlangsung peristiwa yang jauh dari kesalihan.

Misalnya, empat orang tewas akibat menenggak minuman keras oplosan di Desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Yang lebih memprihatinkan lagi, salah seorang korban adalah perempuan yang masih remaja.

Enam korban tewas masing-masing berasal dari Desa Ujung Gebang dan Luwung Kencana, Kecamatan Susukan. Selain merenggut 6 nyawa, pesta miras oplosan ini juga mengakibatkan 6 pemuda lainnya kritis dan harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Arjawinangun dan Rumah Sakit Sumber Waras di wilayah Cirebon itu.

Ada juga tawuran yang terjadi di sejumlah tempat di Jakarta saat malam takbiran, Kamis, 16 Juli 2015, seperti di kawasan Cideng, Berlan, Prumpung, dan Jagakarsa. Berawal dari saling ledek, kelompok remaja akhirnya adu mulut dan saling lempar batu hingga petasan saat konvoi takbiran. Sejumlah warga yang melintas ikut menjadi korban dan terluka.

Yang paling menyedihkan tentu yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2015 pukul 07.00 WIT di lapangan Makoramil 1702-11/Karubaga, Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara. Saat Shalat Idul Fitri 1436H yang dipimpin oleh Ustaz Junaedi berlangsung, keributan terjadi dengan melibatkan jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang sedang melaksanakan seminar internasional yang dipimpin oleh Pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo (Korlap).

Ah, selalu saja yang baik berpapasan dengan yang buruk. Begitulah hidup. Yang terang berpapasan dengan yang gelap. Hidup memang memilih. Namun... apa pun yang terjadi, semoga jalan kebaikan itulah yang senantiasa kita tempuh.

Semoga, kita masih diberi kesempatan merasakan puasa pada tahun depan dengan tingkat ibadah yang jauh lebih baik. Semoga tak ada lagi darah yang tercecer sia-sia hanya karena salah paham dan gagah-gagahan antar-warga. Semoga, bumi yang kita huni juga senantiasa diberi kebaikan karena kebajikan kita yang bertambah-tambah. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com