JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengajak seluruh elemen untuk mengawasi potensi terciptanya politik dinasti dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak Desember 2015.
Hal ini sehubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan yang membatasi keluarga atau kerabat petahana untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dengan putusan itu, kata dia, potensi terjadinya politik dinasti di suatu daerah akan semakin besar.
"Ini tidak memberi rasa keadilan. MK tidak memikirkan dengan politik dinasti bisa terjadi pemiskinan dan pembodohan masyarakat," kata Riza saat dihubungi, Kamis (9/7/2015).
Namun, Riza mengaku Komisi II tidak bisa berbuat banyak karena putusan MK yang final dan mengikat. Oleh karena itu, lanjut dia, semua elemen harus terlibat untuk mencegah politik dinasti.
Setiap parpol, kata dia, sebaiknya mengimbau kadernya yang menjadi kepala daerah, agar melarang kerabatnya mencalonkan diri dalam pilkada. Badan pengawas pemilu juga harus mengawasi jika ada kepala daerah yang memanfaatkan kekuasaannya di daerah untuk menjagokan calon tertentu.
"Bawaslu harus memberikan laporan yang cepat dan tepat kalau ada incumbent yang mencalonkan keluarganya," kata Politisi Partai Gerindra ini.
Media dan lembaga swadaya masyarakat, lanjut dia, juga harus ikut mengawasi pelaksanaan pilkada. Kritikan bisa disampaikan ke publik jika ada yang tidak beres dari petahana.
Terakhir, kata dia, kepolisian dan kejaksaan juga harus memprioritaskan penyidikan terhadap kepala daerah yang terjerat kasus. Jika perlu, kasus-kasus yang menjerat kepala daerah itu harus diungkapkan ke publik.
"Supaya masyarakat tidak mau memilih lagi boneka yang dijagokan oleh incumbent," ucapnya.
Mahkamah Konstitusi membatalkan syarat calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah tidak punya konflik kepentingan dengan petahana seperti diatur dalam Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015. (baca: MK: Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Melanggar Konstitusi)
Dengan demikian, anggota keluarga, kerabat, dan kelompok yang dekat dengan petahana dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015, tanpa harus menunggu jeda lima tahun atau satu periode jabatan.