Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendapat Pansel soal Keterwakilan Polri dan Kejaksaan dalam Komposisi Pimpinan KPK

Kompas.com - 27/06/2015, 08:28 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Yenti Garnasih, mengatakan bahwa anggota Pansel tidak pernah mengharuskan adanya keterwakilan institusi Polri dan kejaksaan dalam komposisi pimpinan KPK. Menurut dia, kerja sama antarlembaga penegak bukan melalui keterwakilan, melainkan melalui koordinasi fungsi.

"Tidak ada yang mengatur soal keterwakilan, tetapi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana fungsi supervisi dan koordinasi dengan Polri dan kejaksaan berjalan dengan baik," ujar Yenti saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015).

Menurut Yenti, pembentukan KPK sejak awal karena Polri dan kejaksaan dinilai kurang efektif dalam memberantas kasus-kasus korupsi.

Kehadiran KPK diharapkan mampu memperkuat Polri dan kejaksaan dalam penegakan hukum. Selain itu, Yenti mengatakan, dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK, telah disebutkan bahwa salah satu fungsi KPK adalah melakukan supervisi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Karena itu, pimpinan KPK ke depannya diharapkan mampu melakukan koordinasi yang baik dengan Polri dan kejaksaan.

"Dalam kondisi saat ini, jika koordinasi mampu dijalankan dengan baik, pasti akan berpengaruh terhadap hubungan sesama lembaga penegak hukum," kata Yenti.

Yenti mengakui bahwa Pansel KPK mengundang anggota Polri dan kejaksaan untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.

Ia memastikan, Pansel KPK akan bekerja secara obyektif. Hingga Rabu malam, tercatat ada 19 peserta seleksi calon pimpinan KPK yang berasal dari latar belakang kepolisian.

Dari jumlah tersebut, enam di antaranya adalah purnawirawan, sementara sisanya adalah anggota aktif Polri. Hingga saat ini, belum ada pendaftar seleksi yang berasal dari latar belakang kejaksaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com