Proses itu tidak cukup, terutama karena tidak disertai rekomendasi dari Kementerian Sosial (Kemsos) dan penetapan oleh pengadilan negeri. Proses adopsi bisa dilakukan melalui dua jalur, yaitu dinas sosial (dinsos) dan yayasan. Sejauh ini, baru ada sembilan yayasan pengasuh anak telantar yang diberi kewenangan untuk mengurus proses adopsi oleh Kemsos.
Prosedur adopsi
Sebagaimana dijelaskan Kepala Subdirektorat Kesejahteraan Anak dan Balita Kemsos Puti Chairida Anwar (Kompas, 13/6/2015), setelah memenuhi kelengkapan dokumen, seperti kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan akta kelahiran anak, orangtua kandung mengajukan permohonan menyerahkan anak untuk diadopsi ke dinsos. Tim khusus penilaian mengecek keluarga orangtua angkat, seperti suasana rumah, keuangan, hingga kesiapan mental. Anak akan diberi waktu enam bulan untuk berinteraksi dengan calon keluarga angkat. Jika dinilai cocok, adopsi ditetapkan oleh surat pengesahan dari pengadilan. Jika tidak, prosesnya dihentikan.
Semua proses itu sebenarnya sudah diatur, seperti termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak serta Peraturan Mensos No 110/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Setelah anak resmi diadopsi, tim dari dinsos terus melakukan pemantauan selama satu tahun hingga dua tahun.
Langkah itu demi memastikan anak angkat mendapat perlindungan dan pendidikan serta keluarga angkat mampu menangani anak itu dengan baik. Artinya, adopsi harus diarahkan untuk memberikan kehidupan yang berkualitas bagi anak, bukan sebaliknya.
Sebagaimana anak-anak yang diasuh orangtua kandung, anak-anak adopsi juga dilindungi undang-undang (UU). Salah satunya, UU No 35/2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ada juga UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Aturan ini mewajibkan orangtua untuk melindungi, mendidik, dan merawat anak secara baik. Orangtua, termasuk orangtua angkat, yang melakukan pelanggaran, seperti menelantarkan anak, bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ini.
Pelajaran dari kasus Engeline
Kembali ke tragedi Engeline, data sementara menunjukkan, proses adopsi tidak berjalan dengan semestinya. Tidak ada peninjauan dari dinsos ataupun pengesahan dari pengadilan. Setelah diadopsi, bocah itu diperkirakan mendapat kekerasan berkelanjutan.