Kepentingan altruistik nasional adalah kepentingan pemerintah nasional yang bisamembentuk jiwa nasionalisme dan jiwa kebangsaan, yang tidak dipersempit oleh semangat sektaristik kedaerahan. Dahulu di awal kita merdeka ketika akan menjabarkan pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945, akan dibagi ke dalam berapa macam pemerintah daerah belum ada aturan perundangannya.
Waktu itu terpikirlah jenis pemerintahan yang harus terbentuk lebih dahulu adalah pemerintahan provinsi. Presiden Soekarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk panitia kecil yang diketuai Otto Iskandardinata . Ketika Ketua PPKI mempersilakan Otto memberikan laporan kerja tim kecilnya pada 19 Agustus 1945, dilaporkan bahwa Pulau Jawa ada tiga provinsi-Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat-masing-masing dipimpin seorang gubernur atau mangkubumi. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah lain dipimpin satu gubernur.
Tokoh yang ditunjuk sebagai gubernur adalah tokoh daerah yang nasionalis. Orang yang mengetahui dan memahami kondisi daerahnya akan tetapi memahami dan jiwanya adalah jiwa republiken dari negara kesatuan, bukan yang menonjolkan kepentingan kedaerahannya. Tokoh-tokoh seperti Dr Sam Ratulangi (seorang nasionalis dari Sulawesi Utara), serta Mr J Latuharhary dan Mr Teuku Moh Hasan (republiken dari Maluku dan Sumatera Utara) merupakan tokoh daerah yang jiwa altruistik nasionalnya melampaui semangat kedaerahannya.
Demikian pula ketika pemerintahan Orde Baru berkuasa berlaku semboyan yang dikembangkan bahwa pusat adalah pusatnya daerah, dan daerah adalah daerahnya pusat. Dengan demikian, negara kesatuan itu utuh tidak terbelah-belah antara pusat dan daerah. Tidak seperti sekarang ini sehingga tampaknya hubungan antara gubernur dan bupati/wali kota di daerahnya kurang harmonis. Itulah sebabnya, ada salah satu gubernur dalam karya ilmiahnya menyarankan titik berat otonomi diletakkan di provinsi. Sekarang ini banyak dijumpai kartu nama bupati/wali kota tidak lagi mencantumkan nama provinsinya. Hal seperti ini merupakan gejala apa? Apa karena bunyi undang-undangnya atau karena paham demokrasi yang mengalami perkembangan?
Negara kesatuan
Di dalam literatur ilmu pemerintahan dikatakan bahwa kekuasaan mengatur pemerintahan itu terbagi atas vertikal dan horizontal. Pembagian secara vertikal melahirkan sistem pemerintahan yang federalistik dan unitaristik. Adapun yang horizontal melahirkan sistem pemerintahan yang dipimpin presiden (presidensial) dan sistem pemerintahan yang dikendalikan parlemen (parlementer). Indonesia semenjak awal merdeka mengikuti sistem negara kesatuan yang pemerintahannya dijalankan berdasarkan sistem presidensial. Hanya pernah di tengah-tengah sistem presidensial itu berlaku pula sistem perlementer dengan banyaknya partai politik yang dibentuk di awal kemerdekaan.